Lihat ke Halaman Asli

"Drone" Telah Menjadikan Kota Itu Lebih Indah dan Selalu Dirindukan

Diperbarui: 8 Juli 2019   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Kota Ruteng

                   

                  Oleh: Febriano Kabur

Suatu hari dikala menjelang petang hari, tampak seorang Musafir terlihat duduk di depan lantai teras kamar kosnya di lantai satu dengan berdiam diri dan membisu sambil menundukkan kepala dengan menatap layar telepon pintar yang digenggamnya dengan begitu erat. Musafir itu menunjukkan raut wajahnya yang begitu murung dan sedikit terlihat galau. Apakah Ia merindukan kekasihnya? Ternyata bukan. Bukan merindukan kekasih.

Dirinya terlihat galau melainkan sedang menyaksikan tayangan yang diunggahnya pada akun media sosial yang Ia miliki, dirinya menatap dengan serius sembari Ia merenungkan sebuah lagu yang diselipkan pada tayangan itu. 

Sedikit demi sedikit, Musafir itu memperhatikan tayangan tersebut dengan begitu mendalam sambil menjeda-jedakan tayangan itu dengan begitu teliti, Ia menatap bangunan-bangunan tua dan sebagian tempat yang terlihat indah dan dikenangnya pada cuplikan tayangan itu. "Sa rindu ini tempat, sa mo pulang," ucap Sang Musafir terbata-bata dengan kebeningan air pada kedua bola matanya yang sudah jelas terlihat basah, bahkan hampir menetes.

Lantas, dari manakah asalnya tayangan itu? Mungkin saja, dibuat oleh mereka-mereka yang berjiwa ahli, dengan dihasilkan oleh tayangan yang begitu berkualitas baik, dan dituntun oleh orang-orang yang profesional dan berkarya, serta dihasilkan oleh sebuah alat khusus yang sering disebutkan dengan nama 'Drone'.

'Drone'. Entah siapa yang menemukannya dan siapa yang menciptakannya hingga Ia dijadikan sebagai alat yang merupakan jembatan rindu atas suatu tempat bagi mereka yang selalu saja ingin merindu, suka merindu, dan tak bisa menahan rindu.

Karya orang-orang profesional melalui sebuah alat yang dinamai Drone itu, harus menguji diri mereka yang tinggal di suatu tempat yang begitu nun jauh di laut seberang, sekuat apakah mereka bisa menahan rindu. Terlebih terhadap kampung halaman mereka. Walau kebanyakan dari mereka tak mampu.

Memang, alat itu hanya menguji orang-orang yang  seharusnya tidak patut untuk diuji. Dan dia tidak memiliki hak untuk menguji, dan memang juga, bukan tugasnya untuk menguji. 

Namun, bagi mereka yang mengaku tidak kuat menahan rindu, mereka justru ingin saja untuk diuji olehnya. Hingga mereka harus mampu menahan beratnya rasa rindu itu sebanyak setiap kali ketika mereka menyaksikan tayangan itu. Bahkan berkali-kali, sama halnya yang dirasakan Musafir tadi.

Mereka yang berada di tanah perantauan, selalu saja menyambut serta menerima keterpancingan dari alat itu. Sebab, alat itu dengan mudah saja untuk menguasai jiwa dan raga mereka untuk mengajak mereka terbang melayang tinggi di ujung sana demi menatap tempat yang mereka rindukan itu. Alat itu mampu menguji mereka, sejauh mana kemampuan mereka dalam menahan rindu yang begitu berat. Bahkan lagi lebih dari beratnya rasa rindu yang pernah mereka rasakan paling berat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline