Pendahuluan
Pemerintah Republik Indonesia secara resmi menerapkan kebijakan satu harga minyak goreng kemasan premium dengan harga per liter nya di angka Rp 14.000.
Pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng ini dimulai pada 1 Februari 2022. Kebijakan ini tentu saja disambut dengan antusiasme masyarakat yang sangat tinggi, hingga beberapa swalayan menerapkan pembatasan pembelian terhadap minyak goreng untuk setiap orang nya.
Setelah pemberlakuan kebijakan tersebut ketersediaan minyak goreng pun akhirnya langka. Hingga di tanggal 16 Maret 2022, pemerintah mencabut kebijakan HET untuk minyak goreng kemasan akibat kelangkaan yang terjadi. Harga yang semula Rp 14.000 kini berubah menjadi Rp 24.000 dan stok nya kini melimpah di beberapa ritel dilansir dari kompas.com.
Hal ini semakin menjadi menarik untuk dibahas setelah Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Muhammad Lutfi dalam rapat kerja bersama komisi VI DPR RI menyampaikan bahwa ada dugaan mafia dibalik langka dan mahalnya harga minyak goreng.
Dampak Penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pada Mekanisme Pasar
Sebenarnya, secara teori ekonomi tidak mengherankan dengan dampak yang terjadi akibat pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng tersebut menjadikan kuantitas minyak goreng menjadi langka.
Menurut Rachman (2019), Harga eceran tertinggi adalah harga maksimal yang pemerintah tetapkan pada komoditas tertentu yang harus dipatuhi oleh produsen dan penjual. Kebijakan ini lebih familiar di kalangan ekonom dengan istilah ceiling price.
Penetapan kebijakan ini dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat agar dapat membeli barang atau komoditas yang dimaksud dengan harga yang tidak terlalu tinggi.
Permasalahan yang muncul akibat penetapan HET ini berkaitan dengan penetapan harga dibawah keseimbangan pasar yang pada akhirnya membuat permintaan barang (Qd) lebih besar daripada barang yang tersedia (Qs).