Prokrastinasi Akademik : Intervensi dengan Konseling Realitas
Pendidikan yang bertujuan sebagai pencapaian suatu Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini siswa yang berkualitas dan berkompeten. Dalam prosesnya pendidik sebagai aktor pendidikan tidak secara langsung dapat mempengaruhi siswa ke arah tujuan yang diharapkan. Terkadang terdapat beberapa hambatan yang dapat mempengaruhi dari proses tersebut yang berimbas pada hasil dari pendidikan yang sudah diberikan. Hambatan bisa muncul dari beberapa unsur yaitu lingkungan, pribadi, sosial maupun belajar siswa sendiri. Dari beberapa unsur tersebut dapat menghambat secara langsung pada proses pendidikan dari siswa. Seperti pengaruh dari lingkungan dapat berasal dari pola asuh orang tua, maupun sisi lain dari pergaulan siswa itu sendiri dengan teman sebayanya, pengaruh pribadi dapat muncul dari permasalahan pribadi yang dialami oleh siswa itu sendiri, pengaruh sosial dapat terjadi dari bagaimana siswa berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, sementara hambatan dari belajar dapat terjadi dari pengaturan pola belajar siswa sendiri yang berimbas langsung dengan proses dan hasil dari belajar siswa.
Sehubungan dengan beberapa unsur penghambat, pada saat sekarang ini sorotan tertuju pada fenomena pola atau metode belajar siswa itu sendiri yang dapat berpengaruh langsung terhadap hasil yang siswa dapatkan. Fenomena yang terbiasa muncul pada siswa yaitu dari kebiasaan siswa dalam belajar, pengaturan waktu belajar siswa, dan kedisiplinan belajar dari siswa itu sendiri. Hambatan tersebut dapat digambarkan dari fenomena--fenomena kebiasan siswa pada saat ini. Seperti halnya upaya siswa dalam menanggapi proses belajar mereka seperti dalam pemanfaatan waktu belajar. Adanya siswa yang belajar sangat keras hanya dalam beberapa jam sebelum ujian semester dimulai dengan menerapkan pola "sistem kebut semalam", padahal pada bulan-bulan sebelumnya banyak waktu luang terbuang percuma yang dapat lebih digunakan untuk belajar, pada akhirnya semua akan serba terburu--buru karena waktunya sangat terbatas. Hambatan juga muncul dari diri siswa sendiri berupa kebiasaan siswa yang lebih suka mengeluh, mengeluh ketika diberi tugas rumah dan tugas sekolah. Mengakibatkan sebagian siswa lebih sering menghabiskan waktu hanya untuk urusan hiburan, mendengar, menikmasti program hiburan dan musik sepanjang waktu. Selain itu, siswa suka melihat acara televisi hingga berjam-jam, sehingga kebanyakan dari siswa menjadi malas bergerak, berolah raga, serta suka menunda pekerjaan, kebiasaan bermain gadget juga menjadikan kecanduan dengan permainan digital dan sebagainya. Banyak siswa yang kurang peduli dengan waktu, terlihat dari kebiasaan siswa yang suka begadang, suka hura-hura, suka menunda waktu. Selain itu banyak siswa didapati lebih sering nongkrong di mall atau plaza, jalan-jalan tidak jelas, bahkan kecanduan game online hingga berjam-jam dengan menghabiskan uang iuran sekolah atau uang jajan mereka. Karakter--karakter seperti itu berpotensi menjadi batu penyandung siswa dalam meraih kesuksessan di masa depan yang bisa dianggap sebagai masalah belajar pada siswa.
Berdasarkan paparan fenomena tersebut, tentunya dibutuhkannya campur tangan orang tua dan guru di sekolah. Pentingnya pengawasan dan bimbingan dari berbagai pihak baik di rumah dari orang tua, dan di sekolah dari guru sebagai seorang pendidik, termasuk pula guru bimbingan dan konseling/konselor sehingga dapat membantu siswa dalam menyelesaiakan permasalahan yang terjadi pada siswa dan siswa dapat menjalankan tugas perkembangan secara optimal.
Dalam ruang lingkup sekolah, bimbingan konseling diharapkan dapat berperan aktif sebagai pengawas dan pemberi bimbingan kepada siswa, untuk menanggapi permasalahan pada siswa kaitanya dengan perilaku belajar siswa. Bimbingan dan konseling yang berperan sebagai sarana pemberian bantuan terhadap pengoptimalan perkembangan siswa dan memandirikan siswa. Usaha nyata yang dapat dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling untuk mengatasi masalah belajar siswa yang terjadi dapat melalui efektivitas pelaksanaan program layanan dasar dan layanan responsif. Layanan responsif sebagai program untuk menindak lanjuti fenomena permasalahan yang sudah terjadi. Layanan responsif dipandang lebih tepat karena layanan responsif bertujuan untuk membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (Depdiknas, 2008: 19).
Strategi untuk layanan responsif yang dilakukan dapat berupa pemberian layanan konseling baik individu maupun kelompok. Pemberian layanan konseling ini ditujukan untuk membantu para siswa yang mengalami kesulitan dan masalah, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Upaya untuk membantu masalah belajar siswa diperlukannya layanan konseling kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan layanan konseling yang diselenggarakan dalam suasana kelompok, yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok (Prayitno, 1998: 111). Menurut Kathryn dan David Geldard (dalam Faisasulfah, 2014: 7) konseling kelompok sendiri berfokus pada ekplorasi dan resolusi terhadap masalah--masalah yang menganggu, sehingga siswa terlibat dapat memodifikasi keyakinan, sikap, serta perilaku siswa. Konseling kelompok juga bermnafaat dalam mencegah masalah perkembangan. Anggota konseling kelompok memiliki kesempatan untuk sharing atas pengalaman, pemikiran, perasaan pribadi siswa, serta mendapatkan dukungan, dorongan, dan umpan balik yang kaitannya dengan berbagai masalah, perilaku, keyakinan dan sikap siswa. Sehingga para anggota dapat menemukan lebih banyak hal dalam dirinya dan menyadari bahwa siswa mempunyai lebih banyak pilihan daripada yang dipikirkan sebelumnya dalam hal perubahan perilaku dan sikap.
Dalam pelaksanaan konseling kelompok terdapat beberapa teori dan pendekatan konseling pada penerapanya, suatu teori konseling merupakan kerangka acuan berpikir apa yang terjadi selama proses konseling, perubahan yang bagaimana yang dituju, mengapa perubahan itu dapat terjadi, dan apa unsur--unsur yang memegang peranan pokok.sementara suatu pendekatan konseling mencakup segi penerapan praktis dan konseling tertentu (W.S. Winkel, 2004: 617).
Telah diuraikan beberapa teori dan pendekatan konseling yang dianggap mempunyai relevansi bagi pelaksanaan konseling di institusi pendidikan. Menurut McLeod, terdapat beberapa keberagaman dalam teori dan pendekatan konseling karena adanya perkembangan dari teori--teori pendekatan. Terdapat tiga pendekatan besar dalam konseling yaitu: psikodinamik, kognitif-behavioral dan humanistik yang mempresentasikan cara yang sangat berbeda dalam memandang manusia, masalah emosional dan tingkah laku siswa. Pendekatan psikodinamik yang sebagian besar berbasis pada insight, ketidak sadaran, dan rekonstruksi kepribadian, yang diwakili teori psikoanalisis. Pendekatan yang berorientasi pada behavioral kognitif meliputi teori tingkah laku (behavioral theory), rational emotive behaviour therapy, dan teori realitas (reality). Sementara pendekatan humanistic yang terdiri dari pendekatan yang berpusat pada manusia (person-centered therapy) (Gantina, 2011: 22-23).
Dari berbagai teori dan pendekatan konseling tidak semuanya dapat digunakan sebagai intervensi untuk menangani masalah belajar pada siswa. Dalam perspektif ini pendekatan konseling realitas dapat diterapkan sebagai intervensi yang sesuai untuk membantu masalah belajar siswa. Penggunaan konseling realitas diharapkan dapat memberikan intervensi untuk membantu masalah belajar siswa, yang dapat mempengaruhi pada pola dan kebiasaan belajar siswa, berimbas pada hasil belajar dari siswa itu sendiri.
Menurut Palmer (dalam Faisasulfah, 2014: 8), Konseling realitas didasarkan pada "teori pilihan" yang dikemukakan oleh Glasser, bertumpu pada prinsip bahwa semua motivasi dan perilaku mausai adalah dalam rangka memuaskan salah satu atau lebih dari lima kebutuhan universal manusia, dan bahwa manusia bertanggung jawab atas perilaku yang dilakukannya.
Konseling realitas dilakukan konseling secara kelompok yang diharapkan siswa yang melakukan prokrastinasi akademik dapat saling menyelesaikan masalah bersama dengan adanya kesamaan masalah dapat mempermudah siswa untuk lebih memahami dan menyelesaikan masalah siswa yang berkaitan dengan masalah belajar siswa. Menurut Latipun (dalam Faisasulfah, 2014: 9) konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas dalam pendekatanya didasarkan anggapan tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada seluruh kehidupan. Kebutuhan identitas diri yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah dan berbeda dengan individu lain. Konseling realitas dapat digunakan untuk konseling individual, kelompok, dan konseling perkawinan. Konseling kelompok dapat menjadi agen yang untuk dapat membantu konseli dalam melaksanakan rencana dan komitmennya. Para anggota diminta menuliskan kontrak--kontrak khusus dan membacakan dihadapan kelompok. Keterlibatan dengan para anggota lain dengan cara yang bermakna merupakan perangsang untuk tetap pada komitmen yang telah dibuat (Corey, 2009: 263-276).