Proses belajar adalah hal yang sangat penting untuk dapat mencapai tujuan belajar. Belajar dan proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terwujudnya manusia berdasarkan tujuan pendidikan nasional baik diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif berdasarkan perubahan tingkah laku menuju kearah positif sedangkan kuantitatif diukur berdasarkan perolehan dari segi pencapaian secara kognitif.
Pada kondisi sekarang ini sebagian besar siswa di Indonesia sedang menghadapi transisi kondisi pandemic yang sebelumnya siswa dituntut melaksanakan pembelajaran di rumah secara daring (dalam jaringan). Femonena tersebut tentunya menyebabkan melemahnya baberapa sektor apalagi di sektor pendidikan, dimana proses belajar siswa dan mengajar guru yang terhambat. Kemudian dengan menurunkan kondisi pandemic menjadi endemic system model pembelajaran baru sudah mulai bertransisi dengan model pembelajaran secara Blended Learning (Pembelajaran Campuran). Blended Learning adalah metode pembelajaran campuran yang menggabungkan metode pembelajaran langsung (Synchronous) dan metode pembelajaran mandiri/tidak langsung yang dapat dilakukan kapan saja (Asynchronous). Metode pembelajaran blended learning dipercaya menjadi solusi terbaik saat pembelajaran PJJ seperti saat ini. Dengan adanya penggabungan berbagai strategi, metode, dan teknik mengajar dalam blended learning diharapkan dapat membantu siswa mencapai target pembelajaran yang telah ditetapkan secara maksimal. Blended learning mempunyai tiga komponen yang terdiri dari online learning, pembelajaran tatap muka, dan belajar mandiri.
Transisi metode pembelajaran seperti halnya di atas dengan tuntutan yang sama yaitu untuk keberhasilan dalam belajar, sementara untuk keberhasilan belajar cenderung masih diukur berdasarkan pencapaian secara kognitif. Peoses belajar yang seharusnya bisa membuat siswa lebih mandiri dan berkembang sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri. Akan tetapi dalam proses belajar siswa masih dipenuhi rasa takut dan was-was karena semata-mata hanya untuk mengejar target, yaitu nilai. Kondisi tersebut memberi gambaran makna bahwa hasil kognitif yang rendah adalah hal yang lebih meresahkan dibandingkan dengan perubahan tingkah laku ke arah positif dari siswa. Hal itu membuat siswa terus belajar di bawah tekanan untuk memperoleh nilai tinggi. Tekanan yang muncul berasal dari berbagai sumber baik dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar misalnya tuntutan orang tua. Selain itu, standar yang ditetapkan oleh sekolah serta kegiatan-kegiatan lain yang menunjang prestasi di sekolah juga bisa menjadi sumber tekanan.
Besarnya tuntutan dan banyaknya aktivitas siswa dalam proses belajar seringkali tidak sebanding dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Selain itu, perbedaan daya serap dan kemampuan siswa dalam menerima tekanan satu dengan yang lainya juga menjadi permasalahan tersendiri. Ada siswa yang bisa mengolah tuntutan menjadi sebuah motivasi, namun ada pula di antaranya yang cenderung menyerah dan putus asa. Ketidakmampuan siswa dalam mengolah tuntutan tersebutlah yang akhirnya menjadi stres. Stres yang berkepanjangan pada siswa dapat menyebabkan kejenuhan belajar.
Kejenuhan belajar merupakan salah satu kendala yang dapat mengganggu proses pembelajaran sehingga tidak optimal. Proses pembelajaran tidak optimal dikarenakan pada saat guru memberikan pelajaran tidak mampu dimengerti dan dipahami secara maksimal ke otak siswa. Suwarjo & Diana Septi Purnama (2014) mengartikan kejenuhan (burn out) sebagai suatu keadaan keletihan (exhaustion) fisik, emosional, dan mental. Ciri-ciri individu yang mengalami kejenuhan yakni, perasaan tidak berdaya dan putus harapan, keringnya perasaan, konsep diri yang negative, dan sikap negatif. Gejala ini sering identik dengan distress, discontent, dan perasaan gagal untuk mencapai tujuan ideal.
Gejala-gejala yang menandakan kejenuhan belajar tersebut juga tampak pada siswa kelas. ZuniEka K. & Elisabeth Christiana (2014), menyatakan bahwa banyaknya aktivitas dan kegiatan diskolah, serta tuntutan-tuntutan yang ada yang harus dialami oleh siswa dapat menyebabkan siswa mengalami gejala-gejala seperti siswa mengalami kelelahan pada seluruh bagian indera, dan kurang bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, timbul rasa bosan, kurang motivasi, kurang pehatian, tidak ada minat, serta tidak mendatangkan hasil. Gejala-gejala menunjukkan bahwa siswa mengalami kejenuhan belajar.
Dalam menghadapi permasalahan kejenuhan belajar siswa di sekolah, peran guru Mata Pelajaran dan Bimbingan Konseling sangat diperlukan, dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari secara benar, bahagia dan mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam lingkungan sekolah (Ridhwan, 2015). Dalam hal ini, guru melakukan tindakan dan upaya yang dapat membantu siswa agar dapat berpikir secara logis, dewasa dan mandiri, sehingga siswa yang sedang mengalami kejenuhan belajar tidak lalai dan terpengaruh dengan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri, seperti bermain ketika belajar, lalai, bosan mendengarkan penjelasan dari guru ketika aktivitas belajar berlangsung, jarang membuat tugas atau PR, kurang memperhatikan penyampaian guru, kurang aktif dan kreatif dalam belajar serta tidak konsentrasi ketika guru menjelaskan pelajaran.
Guru sebagai pihak yang berkompeten dalam memberikan layanan pembelajaran dan bimbingan di sekolah dapat memperkenalkan senam otak atau Brian Gym sebagai upaya tindakan untuk dapat meng intervensi kejenuhan belajar yang muncul pada peserta didik. Dimana menurut Setiyo dkk (2009) gerakan Brain Gym dibuat untuk menstimulasi (dimensi lateralitas), meringankan (dimensi pemfokusan), atau merelaksasi (dimensi pemusatan) siswa yang terlibat dalam situasi belajar tertentu, Selain dapat meningkatkan kemampuan belajar, Brain Gym dapat memberikan beberapa manfaat seperti yang dikemukakan oleh Ayinosa (2009), Brain Gym dapat memberikan manfaat yaitu berupa: (a) Stress emosional berkurang dan pikiran lebih jernih, (b) Hubungan antarmanusia dan suasana belajar/kerja lebih relaks dan senang, (c) Kemampuan berbahasa dan daya ingat meningkat, (d) Orang menjadi lebih bersemangat, lebih kreatif dan efisien, (e) Orang merasa lebih sehat karena stress berkurang, dan (f) Prestasi belajar dan bekerja meningkat.
Siswa yang mengalami kelelahan akan sulit untuk menyerap informasi yang diterima oleh guru ke dalam otak siswa, sehingga siswa merasa kurang berhasil dan akan mengakibatkan semangat belajar menjadi berkurang. Fenomena kejenuhan belajar tersebut tentu perlu menjadi perhatian bagi seluruh pelaksana pendidikan dan harus segera ditangani supaya proses pelaksanaan belajar dan mengajar menjadi proses yang menyenangkan, mengedepankan hasil kualitas belajar, dan dapat menciptakan suasana belajar yang baik, sehingga siswa dapat menjalaninya dengan senang, dapat belajar dengan maksimal dan siswa dapat memaksimalkan potensi dalam dirinya. Upaya yang harus dilakukan adalah untuk mengatasi kejenuhan belajar adalah dengan mengurangi tingkat kejenuhan belajar dengan strategi coping yang positif. Peneliti menawarkan strategi coping yang positif untuk mengurangi kejenuhan belajar dan memberikan efek langsung kepada otak yaitu menggunakan senam otak. Senam otak memudahkan semua orang yang belajar, tanpa batas umur, dengan menggunakan gerakan-gerakan yang sederhana untuk mengeluarkan seluruh potensi seseorang, yang dilakukan tanpa batas waktu tertentu, dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja.
Senam otak merupakan gerakan-gerakan pada tubuh yang dapat memberikan efek positif pada otak. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Dennison & Dennison (2002) senam otak merupakan serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan dan digunakan .Siswa di ajak untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh agar dapat mengoptimalkan fungsi otak, hal ini dapat membuat siswa menjadi lebih tenang dan rileks. Senam otak juga bermanfaat untuk merelaksasikan otot-otot sehingga membuat orang lebih bersemangat Dennison & Dennison (2002). Senam otak dapat digunakan untuk membantu siswa lebih siap dalam menerima pelajaran, memperbaiki sistem konsentrasi, meningkatkan daya fokus, dan daya ingat, memperbaiki kemampuan berkomunikasi, dan mengendalikan emosi. Septiari berpendapat bahwa senam otak dapat menyeimbangkan otak kanan dan kiri, membangun kepercayaan diri, meningkatan konsentrasi, peningkatan daya ingat, dan mengendalikan emosi (Citra Lestari & Margaretha Sri Yuliariatiningsih, 2013).
Perlunya intervensi yang bersifat preventif, kuratif dan promotif dalam menghadapi kejenuhan belajar yang dialami siswa, salah satunya dengan senam otak (brain gym) untuk membekali dan memanfaatkan kemampuan - kemampuan psikologis individu, kelompok atau organisasi dalam menyesuaikan diri dengan situasi perubahan proses belajar disekolah maupun di lingkungannya.