Lihat ke Halaman Asli

Febri Arista

Mahasiswa

Tantangan Pengangguran di Kalangan Generasi Z: Menghadapi Masa Depan yang Penuh Hambatan

Diperbarui: 19 Oktober 2024   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasional Tempo - TEMPO.co

Maraknya pengangguran dikalangan Gen Z saat ini menjadi masalah yang cukup kompleks. Visi Indonesia Emas pada 2045 dapat tidak terealisasikan karena banyaknya jumlah pengangguran pada Gen Z. Menurut BPS (Badan Pusat Statistic) mencatat hampir 10 juta penduduk berusia 15 -- 24 tahun (Gen Z) menanggur. Lebih menyedihkan lagi mengetahui fakta bahwa jumlah pengangguran terbuka di Indonesia adalah penduduk muda berusia 18 -- 24 tahun (Gen Z).  

Kebanyakan Gen Z yang menganggur adalah mereka yang baru lulus sekolah dan tidak terlibat dalam Pendidikan apapun. Jika dirinci pengangguran pada usia 18 tahun merupakan lulusan SMA dan SMK. Sedangkan pengangguran pada usia 24 tahun merupakan mereka lulusan S1 dan D4 dari perguruan tinggi.

Hal tersebut dapat disebabkan karena kesenjangan keterampilan yang dimiliki, banyak lulusan perguruan tinggi yang paham mengenai teori tetapi kurang dalam keterampilan praktik yang dibutuhkan didunia kerja.


Perubahan dalam lingkungan kerja, Era digital telah mengubah cara kerja di berbagai sektor. Banyak pekerjaan tradisional telah hilang atau berubah drastis akibat kemajuan teknologi. Gen Z perlu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan tersebut dan ini menjadi tantangan bagi Gen Z sendiri. Keterampilan digital, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi menjadi sangat penting untuk bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif.

Kondisi Ekonomi yang Tidak Stabil, Krisis ekonomi global dan dampak dari pandemi Covid-19 semakin memperburuk situasi dalam peluang kerja sehingga lowongan pekerjaan menjadi semakin terbatas. Gen Z yang baru memasuki dunia kerja merasakan dampaknya dari kondisi ini.

Ekspektasi Tinggi terhadap pekerjaan dan kesadaran terhadap mental, banyak gen z yang menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap pekerjaan yang ingin mereka jalani. Banyak diantaranya yang mencari pekerjaan yang bukan hanya karena imbalannya finansial yang baik tetapi lingkungan yang menyenangkan dan tidak mengganggu mental mereka. GenZ cenderung lebih aware terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan mereka, mereka lebih memilih untuk tidak terjebak dalam lingkungan kerja yang toxic bahkan jika harus mengambil risiko finansial dengan menganggur

Persyaratan kerja yang tidak masuk akal, banyak pekerjaan yang menetapkan persyaratan ketat dan relevan Terhadap pekerjaan dan banyak perusahaan yang cenderung menetapkan persyaratan kerja yang terkesan template dan fomo. Hal ini menciptakan kesenjangan antara harapan pencari kerja dan realitas yang ada.

Keputusan untuk menganggur dapat berdampak jangka panjang bagi Generasi Z. Tidak aktif dalam mencari pekerjaan dapat menyebabkan hilangnya keterampilan dan mengurangi peluang untuk berkembang dalam karir. Selain itu, periode pengangguran yang lama dapat menimbulkan stigma di pasar kerja, sehingga membuat mereka lebih sulit diterima di masa mendatang.

Dampak dari banyaknya jumlah pengangguran pada Gen Z juga menjadikan masalah yang lebih kompleks lagi. Banyaknya angka pengangguran ini dapat menyebabkan banyaknya masalah financial seperti kesulitan membayar tagihan yang ada, kesulitan membeli kebutuhan yang diperlukan seperti kebutuhan dasar. Hal ini dapat menyebabkan stress, depresi dan masalah mental lain.

Dampak tersebut dapat merambat pada masalah masalah yang lain, seperti naiknya angka kemiskinan di Indonesia. Apalagi mereka yang menganggur kebanyakan dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah. Hal tersebut dapat memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi di Indonesia. Selain itu banyaknya pengangguran juga dapat meningkatkan angka kriminalitas seperti pencurian, perampokan, dll. Yang awalnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lama kelamaan dapat menjadi kebiasaan yang dapat meresahkan masyarakat sekitar.

Sementara ini solusi yang dapat dilakukan yang kemungkinan memiliki hasil yang nyata yaitu dengan Pendidikan dan Latihan Keterampilan, untuk mengatasi kesenjangan keterampilan lembaga pendidikan diharapkan meningkatkan program pelatihan keterampilan. Menawarkan program magang dan menjalin kerjasama dengan industri dapat membantu  mendapatkan pengalaman praktis yang  di butuhkan, Selain itu, pelatihan berkelanjutan penting untuk memastikan para pekerja tetap relevan di pasar yang selalu berubah.

Peningkatan akses informasi dan jaringan, Generasi Z perlu memiliki akses terhadap informasi mengenai peluang kerja dan pengembangan karir. Program mentoring dan jaringan profesional dapat membantu mereka terhubung dengan individu yang berpengalaman di bidangnya. Ini dapat membuka lebih banyak kesempatan dan memberikan wawasan mengenai berbagai jalur karir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline