Lihat ke Halaman Asli

Peningkatan Kemampuan Anak dalam Memahami Bahasa dengan Metode Bercerita

Diperbarui: 14 November 2020   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak menggunakan pembelajaran tematik terpadu yang disesuaikan dengan Kurikulum 2013.  Pendekatan pembelajaran tersebut mengintegrasikan beberapa bidang pengembangan yaitu, nilai agama dan moral, bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial emosional dan seni dalam sebuah pembelajaran yang utuh dengan mengambil tema tertentu.

Dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, masih banyak ditemukan praktik pembelajaran yang terlalu berfokus pada kemampuan akademik yang lebih mementingkan hafalan materi pembelajaran, proses berpikir anak didik  masih dalam level C1 (mengingat), memahami (C2), dan C3 (aplikasi). Guru belum terbiasa, bahkan hampir tidak pernah melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/ HOTS).  Guru sangat jarang, bahkan malas menggunakan media pembelajaran yang menarik dalam pelaksanaan pembelajaran. Sehingga, suasana pembelajaran di kelas menjadi kurang menyenangkan, akibatnya, kegiatan pembelajaran menjadi kurang bermakna.

Kemampuan dasar anak usia Taman Kanak Kanak yaitu 4-6 tahun mencakup kemampuan nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni, sedangkan pengembangan kemampuan bahasa difokuskan pada tiga aspek bahasa yaitu : memahami, mengungkapkan dan keaksaraan awal.

Dok. pribadi

Setelah melaksanakan pembelajaran berorientasi HOTS dengan metode bercerita menggunakan boneka bahan alam (misalnya, buah, sayur, daun, ranting, dll) yang dilengkapi dengan mata, hidung dan mulut, agar menyerupai karakter tertentu, yang bisa berbicara (personifikasi). Ditemukan bahwa proses dan hasil belajar anak meningkat. Lebih baik dibandingkan pembelajaran sebelumnya. Ketika pembelajaran berorientasi HOTS dengan metode bercerita menggunakan boneka bahan alam ini diterapkan pada keIompok B ternyata proses dan hasil belajar siswa sama baiknya.

Masalah utama yang dihadapi adalah, anak didik belum terbiasa dengan kegiatan pembelajaran tematik yang terintegrasi dengan pembelajaran berorientasi HOTS (keterampilan berpikir tingkat tinggi), apalagi untuk anak usia dini, yang belum terbiasa menganalisis dan mengevaluasi, anak usia dini lebih cenderung mudah untuk diajak berkreasi/ menghasilkan sebuah karya, meskipun baru dalam taraf mengimitasi/ meniru dan mengikuti langkah dengan panduan guru atau orang dewasa yang ada di dekatnya.

picture9-5faf3f93d541df36bf6aeac2.jpg

Untuk mengatasi masalah belum terbiasanya anak didik untuk diajak berfikir lebih kreatif guru mengajak anak bergabung dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran seperti pembelajaran tematik dengan metode bercerita menggunakan boneka bahan alam, anak didik diajak untuk mengingat nama karakter/ tokoh cerita, memahami karakter/ tokoh cerita, mengaplikasikan, kemudian menganalisis, karakter tokoh cerita yang dimainkan, tokoh baik, atau tokoh jahat, mengevaluasi, tokoh mana yang bisa ditiru/ dijadikan teladan, dan terakhir dapat menciptakan sendiri tokoh-tokoh/ boneka karakter yang lain, dengan bahan alam yang lain.

Berdasarkan hasil praktik terbaik pembelajaran tematik untuk meningkatkan kemampuan memahami bahasa berorientasi HOTS dengan metode bercerita menggunakan boneka bahan alam di kelompok B, berikut disampaikan rekomendasi yang relevan.

  1. Guru harus dapat merancang kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang, yang berorientasi HOTS, yang dapat merangsang kemampuan anak didik untuk berpikir tingkat tinggi, yang terintegrasi dengan literasi, penguatan pendidikan karakter (PPK), dan kecakapan abad 21, dengan kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik anak, yaitu bermain, sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna.
  2. Anak didik diharapkan terbiasa untuk dapat berpikir tingkat tinggi, untuk jenjang taman kanak-kanak, dalam hal ini, guru dan orang tua memegang peranan penting untuk merangsang/ menstimulasi kemampuan berpikir tingkat tinggi anak.
  3. Sekolah, dalam hal ini kepala sekolah agar dapat mendorong guru-guru yang lain untuk ikut melaksanakan pembelajaran berorientasi HOTS. Dukungan positif dari sekolah, seperti penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dan kesempatan bagi penulis utuk mendesiminasikan praktik terbaik yang dilakukan, akan menambah wawasan guru lain tentang pembelajaran yang berorientasi HOTS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline