Lihat ke Halaman Asli

Kita dan Globalisasi

Diperbarui: 17 September 2016   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali. Semua, semua, semua dapat dilakukan. Dapat dilakukan karena ‘kantong ajaib’.

Sepenggal lirik dari kartun favorit kita yang bisa jadi menggambarkan era dimana kita hidup sekarang ini. Ketika kecil kita biasanya berkhayal, bagaimana rasanya jika memiliki teman seperti Doraemon, si robot kucing dari abad ke-22 yang memiliki kantong ajaib yang mampu mengabulkan segala keinginan Nobita. Membayangkan jadi Nobita yang tak perlu risau dengan berbagai masalah yang dihadapi karena Doraemon pasti akan membantu dengan ‘keajaiban’-nya.

Sepertinya ‘keajaiban’ kantong Doraemon menjadi nyata kala ini. Di era saat kita masih kanak-kanak, semuanya tampak bagai khayalan. Namun sekarang, lihatlah berbagai macam teknologi yang mengalami kemajuan. Kita menikmati semuanya setiap hari, berkawan dengan mereka.

Rasanya, setiap detik yang kita lalui selalu ditemani oleh gadget-gadget kesayangan. Bangun tidur, sarapan, sekolah, hang outbareng teman, sampai tidur lagi, perangkat-perangkat canggih seperti smartphone selalu setia berada di genggaman kita. Dengan kemajuan teknologi semacam itu, jarak dan waktu seolah tak terasa. Bukan tidak mungkin di masa depan, mobil-mobil terbang maupun alat komunikasi hologram seperti dalam film Hollywood dapat tercipta di tangan para ahli.

Kemajuan teknologi ini berimbas kepada bidang lainnya. Sebut saja ekonomi, politik, sosial, dan yang paling umum kita jumpai adalah budaya. Indonesia, yang memiliki budaya beragam dari segala penjurunya, ternyata tak luput dari invasi budaya barat. Adat orang timur ala Indonesia seolah perlahan tergeser oleh moderenisasi khas barat. Selera berpakaian kita pun terpengaruh budaya luar. Musik yang kita dengarkan sehari-hari pun tak jauh dari musik barat, bahkan musik Asia seperti K-Pop. Sungguh globalisasi merubah segalanya.

Aku sendiri tak memungkiri jika aku menikmati globalisasi. Bohong jika kau mengatakan kontra dengan globalisasi. Tak perlu jauh-jauh melihat merek ponsel apa yang kau gunakan. Bahkan sekarang, beras makanan pokok kita sebagai bangsa Indonesia pun diimpor dari Thailand. Apakah itu mungkin terjadi tanpa globalisasi?

Tak usah memandang skeptis globalisasi. Bagi kaum muda seperti kita, pikiran idealis terkadang memang masih menggelayut manja di otak kita. Namun, globalisasi mutlak tak bisa kita hindari. ‘Dia’ adalah sesuatu yang harus kita hadapi. Jangan menolak mentah-mentah pengaruhnya, tapi jangan pula menghirupnya dalam-dalam.

Sejatinya banyak manfaat yang kita peroleh dari globalisasi. Tak hanya untuk kita pribadi, namun untuk Indonesia. Dengan mengikuti perkembangan zaman, Indonesia turut serta memajukan diri di kancah Internasional. Setidaknya kita tak perlu khawatir, karena Indonesia kita memiliki tameng bernama Pancasila ketika menghadapi globalisasi. Jika Pancasila merekat kuat dengan jiwa kita bangsa Indonesia, rasanya tak perlu khawatir menghadapi globalisasi.

Kekhawatiran dan kontra yang muncul memang memiliki landasan yang jelas. Globalisasi pun tak sempurna, ia memiliki kebaikkan serta keburukkan. Rasanya tak perlu lagi dijelaskan secara mendetil mengenai keburukan globalisasi. Sudah banyak artikel yang memuat baik-buruknya. 

Sekarang, tinggal bagaimana sikap kita terhadap globalisasi. Dikuasai, atau menguasai? Itu pilihan kita, generasi penerus bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline