Perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran memiliki dampak yang berbeda-beda pada tiap individu. Resiliensi dapat membantu mengurangi efek tidak menyenangkan dari pacaran kekerasan. Resiliensi adalah kekuatan utama karakter positif yang membantu meningkatkan kekuatan emosional dan psikologikal. Mereka yang mampu menjadi resilient telah melalui proses dan didukung oleh sifat resiliensi mereka. Tahapan resiliensi yang dilalui oleh perempuan sebagai korban melibatkan tujuh aspek yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls, analisis kasual, efikasi diri, optimisme, empati dan pencapaian (Reivich & Shatte, 2002).
Dalam proses menjadi individu yang resilien, subjek melalui empat tahapan:
- Tahap Succumbing
Pada tahap succumbing, korban menanggapi kekerasan dengan pasrah dan menerima, lalu menangis sendiri atau bersama teman. Tangisan memiliki efek yang secara langsung dapat membuat seseorang merasa lebih baik dan merasa lega. Menumpuknya emosi negatif yang dikeluarkan melalui tangisan dipercaya dapat membuat individu merasa lebih baik.
- Tahap Survival
Pada tahap survival, korban mulai lelah dengan hubungan yang tidak kunjung membaik, dan kekerasan yang dilakukan pelaku menjadi lebih kuat dan lebih parah. Semua subjek menunjukkan alasan mereka tetap hidup karena rasa sayang. Korban memilih setia kepada pasangan karena mengharapkan sikap pelaku berubah. Pada tahap ini diperlukan dua aspek resiliensi: analisis kausal dan efikasi diri.
- Tahap Recovery
Pada tahap recovery, korban mendapatkan dukungan dari teman atau keluarga selama tahap pemulihan. korban mendapat dukungan untuk berhenti mengingat kejadian buruk yang dilakukan pelaku. Dalam tahap pemulihan, optimisme diperlukan karena masih menyisakan efek dari kekerasan yang dialami selama berpacaran. Harapan akan membuat orang menggambarkan bahwa apa yang mereka alami saat ini akan berubah menjadi lebih baik di masa depan.
Orang-orang yang penuh harapan dan optimis mampu meningkatkan peluang untuk bangkit dari keterpurukan dan menjadi orang yang kuat. Orang-orang yang dekat dengan mereka mendapatkan saran dan pengaruh saat mereka membuat keputusan untuk mengakhiri hubungan.
- Tahap Thriving
Pada tahap thriving, korban akan menerima jika ada kerabat yang ingin menceritakan kekerasan yang mereka alami selama pacaran. Subjek menanggapi dengan mendengarkan, memberi saran, dan menawarkan bantuan. Pada saat ini, keadaan subjek telah membaik, bahkan mungkin lebih baik daripada sebelum insiden kekerasan.
Resiliensi sebagai cara seseorang dapat berhasil mengatasi stres. Untuk mencapai thriving dan penyintas, korban memiliki elemen yang bisa membantu ia melewati tahapan resiliensi. Pengenalan terhadap rasa sakit, penderitaan, dan perjuangan adalah bagian dari proses menjadi orang yang kuat (Munawaroh & Mashudi, 2019).
Media banyak menyiarkan berbagai kasus kekerasan dalam pacaran. Dalam sebuah kasus yang terungkap di Surabaya, seorang mahasiswa laki-laki melakukan pemerkosaan pada pacarnya karena terlalu sibuk dengan aktivitas kampusnya yang menyita waktu korban. Berita tentang pelaku yang membakar pacarnya karena cemburu muncul lagi hanya dua bulan setelah kejadian. Dua kasus ini hanyalah segelintir dari banyak kasus kekerasan dalam pacaran (KDP), yang menunjukkan bahwa advokasi diperlukan untuk mencegah lebih banyak korban meninggal.
Berikut contoh bentuk kekerasan pada perempuan dalam pacaran, yaitu:
- Kekerasan Fisik