Kau bilang sangat menyukai laut. Kau memang tak pernah mengatakannya langsung kepadaku. Namun, aku pernah mencuri dengar kau bicara tentang itu. Tentang keinginanmu menikmati laut bersamaku dan menyaksikan ikan berlompat-lompatan.
Sudah sejak delapan bulan lalu aku teringat akan keinginanmu itu. Diam-diam aku merencanakan sebuah perjalanan denganmu.
Aku akan menjemputmu dan mengajakmu ke laut dan menikmatinya bersamamu. Namun rencanaku itu sudah pasti akan ditentang oleh Sarah, istriku.
Maafkan aku yang sudah lama tidak mengunjungimu. Aku bekerja dari pagi hingga malam demi menghidupkan istri dan buah hatiku.
Sekalinya ada waktu senggang, istriku akan merayuku untuk membawa keluarga kecil kami bertamasya di kota lain. Aku tenggelam dalam duniaku yang padat. Hingga perlahan aku mulai melupakanmu dan melupakan rencanaku untukmu.
Hingga suatu malam kau hadir menghantui tidurku. Malam itu aku melihatmu meneriakkan namaku dari tepi laut. Bola matamu yang penuh kehangatan dan rambut berombakmu yang mengibas dihembus angin laut memancarkan paras jelitamu.
Aku berenang terlalu jauh karena terpukau dengan sekelompok ikan warna-warni yang berlompat-lompatan. Tanganmu melambai ke arahku, seakan memberi isyarat agar aku tidak melampaui batas tali yang dibuat penjaga pantai.
Aku seperti layaknya bocah lelaki yang tak mempan dinasihati. Kau menggelengkan kepalamu tanda menyerah akan tingkah nakalku. Kau berlari hendak mengejarku dengan nada bercanda.
Ada tawa bahagia yang menyembul di bibirmu. Aku melihatmu semakin dekat ke arahku. Namun, tepat satu meter dari jarakku berenang, tubuhmu tiba-tiba tenggelam di telan ombak.
Mataku membelalak, aku dilanda kepanikan. Aku menyelam hingga ke dasar laut, menggapai-gapai sekuat tenaga untuk meraih tubuhmu. Namun aku tak berhasil menemukanmu hingga aku kelelahan dan sesak, tersedak air laut.