Lihat ke Halaman Asli

Belas Kasihan vs SOP

Diperbarui: 26 Januari 2018   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya ada cerita. Tidak lama (relatif), yaitu sekitar beberapa tahun yang lalu, saya terlibat dalam suatu acara besar yang diselenggarakan oleh kampus saya selama 3 hari, suatu seminar besar yang diperuntukkan bagi umum, dosen, staff, dan mahasiswa/i di kampus saya. Acara ini sangat besar, sangat mewah, sangat megah, makanan berlimpah. Waktu itu saya berkontribusi sebagai bagian yang sangat penting dan luar biasa yaitu..................................... LO (Liaison Officer). Apakah itu LO? Ya, anda bisa bayangkan saja usher. Sejenis itulah.

Waktu itu saya kebagian tugas yang outdoor/di luar ruangan, awalnya saya sangat excited dan semangat, karena itu pertama kalinya saya bisa terlibat di acara sebesar dan sepenting itu. Saya melihat orang-orang yang terlihat hebat dan keren. Saya melihat betapa bahagianya mereka bisa mengikuti seminar yang sangat memberkati itu. Senyum sumringah mereka ketika mereka beramah-tamah satu sama lain (bukan sama saya) sungguh menumbuhkan perasaan senang dalam hati saya juga.

Sangat senang :)

Tapi lama-lama capek juga :(

Ya jelaslah capek, saya berdiri nonstop, panas-panas, lapar (note: Usher/LO baru bisa makan setelah peserta-peserta seminar selesai makan), haus, dan pusing karena keramaian.

Terus sebenarnya tugas saya itu apa sih?

Jadi begini.... Tugas saya sebenarnya adalah memastikan orang-orang berada pada direksi yang tepat. Waktunya makan, saya arahkan mereka ke tempat makan, waktunya seminar, ya saya arahkan untuk seminar, yang ngga tau jalan, ya saya arahkan ke jalan yang benar (?), 

Kalau sudah selesai makan tapi tak kunjung beranjak, ya saya shoo untuk seminar dengan penuh kasih. Sudah, begitu saja kok. TAPI CAPEK LUAR BIASA karena saya harus lakukan over and over again. Seminar berlangsung selama 3 hari. You could imagine how tiring it was to stand up the whole day with my med-high heels on.

Waktu makan siang hari kedua, saya benar-benar kecapekan, dan kehilangan excitement sampai akhirnya saya memutuskan untuk duduk di suatu spot yang saya rasa etislah untuk diduduki LO pada waktu itu. 

Pikiran saya kosong selama beberapa waktu (mungkin karena lapar), saya melamun karena capek, namun masih bisa merasakan lalu-lalang orang dan di sekitar saya. Saya benar-benar melamun sampai tiba-tiba ada ada sepiring sate lontong yang berkilauan tepat di depan wajah saya. 

Aromanya membuyarkan lamunan saya. Rasanya seperti tidak ada apapun di dunia ini selain saya dan sate-sate itu, hanya saya dan mereka. Namun ternyata sate-sate beserta lontong dan bumbunya itu ada pemiliknya, yang adalah dosen saya untuk mata kuliah Teknik Belajar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline