Lihat ke Halaman Asli

Kawin Sumbang dalam Masyarakat Dayak dan Hukum

Diperbarui: 7 Maret 2023   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah memiliki tradisi yang melarang perkawinan sedarah (Kawin Sumbang). Kawin sumbang adalah perkawinan antara kerabat terdekat yang tidak diizinkan oleh hukum, adat, atau agama. Misalnya, kakek nikah dengan cucunya, paman menikah dengan keponakannya, nikah sesama saudara kandung, dan sebagainya. Untuk menghindari terjadinya perkawinan sedarah, maka diadakan Hakumbang Auh. Hakumbang Auh adalah proses dimana lamaran dimulai dengan memberikan sebuah Duit Pangumbang sebagai bentuk komunikasi dan pesan kepada orang yang mau di lamar.

Walaupun ada rambu-rambu yang mengatur perkawinan tetap saja terjadi pelanggaran. Pelanggar kawin sedarah (Sala Hurui) akan mendapatkan sanksi dari keluarga laki-laki dan perempuan serta sanksi dari masyarakat. Sanksi itu diberikan karena dikhawatirkan anak hasil hubungan mereka lahir tidak normal (cacat, fisik dan mental).

Selain itu, masyarakat berkeyakinan orang yang berhubungan intim tidak melalui perkawinan yang sah bakal menimbulkan sial bagi manusia maupun alam sekitar. Untuk menghindari musibah tersebut, maka diadakan ritula yang disebut Pakanan Tambun Tulah. Tambun Tulah adalah penguasa asal-usul sial bagi masyarakat dan penyebab anak lahir tidak normal.

Syarat-syarat ritual pakanan Tambun Tulah yaitu hewan kurban (ayam dan babi), dulang (tempat babi makan), sesajen, dan lain-lain. Kedua pasangan yang bersalah akan makan dengan Dulang dihadapan banyak orang dan tidak menggunakan sendok atau tangan melainkan langsung menggunakan mulut (Seperti hewan Babi).

Dalam prespektif hukum, perkawinan sedarah merupakan perkawinan yang sah, namun setelah diketahui maka perkawinan tersebut batal demi hukum. Perkawinan sedarah apapun keadaannya apabila dilakukan dengan sengaja hukumnya haram. Perkawinann sedarah dapat menimbulkan penurunan kualitas keturunan yang dihasilkan.

Pernikahan sedarah atau kawin sumbang pada dasarnya adalah pernikahan yang dilarang dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi hukum Islam, maupun KUH Perdata. Di dalam UU Perkawinan, larangan perkawinan sedarah ini di pertegas dalam Pasal 8 UU Perkawinan.

UU Perkawinan

Pasal 8:

Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

  • Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
  • Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
  • Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
  • Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
  • Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
  • Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Dalam konteks ini, untuk mencegah terjadinya perkawinan sedarah pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan-perkawinan di atas dan pegawai mencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari pasal di atas.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline