Lihat ke Halaman Asli

Alyaa Fadilah Br Siregar

Mahasiswa S1 Administrasi Negara UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

Kualitas Pelayanan di Indonesia Masih Buruk

Diperbarui: 25 Desember 2023   14:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Potret aparatur sipil negara kita bercirikan pejabat yang lama (terlambat), mahal (pelayanan tidak pantas) dan  tidak kompeten. Padahal, Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah wajah sebenarnya dari kehadiran pemerintah yang  dirasakan langsung oleh masyarakat. Tidak berhenti sampai di situ saja kita memangkasnya, nyatanya banyak faktor yang menyeba⁸bkan buruknya pelayanan yang diberikan pemerintah. Pertama, keterbatasan sumber daya manusia. 

Sedikitnya jumlah tenaga pelayanan dan sumber daya manusia berbanding lurus dengan kualitas pelayanan yang diberikan. Keterbatasan sumber daya manusia mempengaruhi pelayanan yang  diterima masyarakat. Misalnya, jumlah sumber daya manusia yang tersedia dan ketimpangan penerima layanan memberikan dampak negatif. Belum lagi sumber daya manusia yang tersedia  sangat terbatas, misalnya pelatihan yang masih kurang sehingga tidak memenuhi kebutuhan pelayanan.

Kedua, banyaknya pungutan liar. Pelayanan yang baik harus transparan. Namun apa jadinya bila budaya disederhanakan, maka budaya bisa menjadi rumit. Masyarakat sebagai pengguna layanan publik harus diberikan edukasi agar tidak lagi ikut serta dalam budaya subversif. Pejabat juga tidak boleh menerima kompensasi dalam bentuk apa pun. Opsi masa bakti yang panjang menjadi peluang bagi pengguna pelayanan untuk mengambil jalan pintas dengan menyuap pejabat. Dalam keadaan ini terjadi simbiosis mutualisme, sehingga seolah-olah tidak ada yang merasa di rugikan. Akhirnya budaya ini menular ke masyarakat, ketika ingin cepat selesai, mereka menyuap petugas.

Jumlah masyarakat yang masuk zona hijau sebenarnya meningkat sejak tahun 2021. Pada tahun 2021, jumlah institusi yang masuk zona hijau sebanyak 179 institusi, meningkat menjadi 272 institusi pada tahun 2022. Namun, zona kuning mengalami penurunan dari 316 institusi pada tahun 2021 menjadi 250 instansi pada tahun 2022. Begitu pula dengan zonasi merah yang mengalami penurunan dari 92 instansi pada tahun 2021 menjadi 64 instansi pada tahun 2022. Hasil evaluasi yang dilakukan Ombudsman RI menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik di tingkat kementerian/lembaga dan di tingkat daerah , administrasi di tingkat kabupaten dan kabupaten, Kota belum mencapai layanan dasar yang diharapkan dari masyarakat.

Pada tahun 2023, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap kabar bahwa pada awal tahun 2023, pengaduan terbanyak adalah tentang buruknya prosedur pemberitahuan publik oleh pihak kepolisian. Berdasarkan data pengaduan Komnas HAM semester I tahun 2023, ketidak profesionalan/inkonsistensi prosedur polisi ini menjadi salah satu hal yang sering dikeluhkan, misalnya imbauan masyarakat  tidak selalu langsung ditindaklanjuti sebelum pelaku suap dihukum. kata Semendawai seperti dikutip dalam siaran pers Komnas HAM, Senin (9/11) (cnnindonesia.com 23/11/9).

Pelayanan terburuk selanjutnya terdapat di wilayah Halmahera Timur yang merupakan pelayanan publik terburuk di Maluku Utara. Akmal Kadir, Plt Kepala Ombudsman  Maluku Utara, menjelaskan standar pelayanan publik di Halmahera Timur masih menjadi tantangan besar dalam hal kriteria kepatuhan. Pelayanan yang tidak tertata secara sistematis menjadi penyebab buruknya pelayanan publik di Halmahera Timur. Mulai tahun 2014 hingga era pemerintahan Ubaid Yakub dan Anjas Taher (brindonews.com 25/10/23)

Berita selanjutnya, hampir seluruh daerah di Jawa Timur  masih belum memenuhi standar pelayanan publik yang ditetapkan pemerintah, menurut evaluasi pelayanan publik Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Direktur Ombudsman Republik Indonesia Mokhammad Najih, S.H., M.Hum., Ph.D. menjelaskan, Ombudsman mengeluarkan tiga jenis penilaian untuk seluruh wilayah di Indonesia. Warna hijau diberikan kepada daerah yang telah berhasil memberikan pelayanan yang baik, kuning untuk daerah yang pelayanan publiknya masih kurang baik, dan merah untuk daerah yang pelayanan publiknya buruk (malang.times.co.id 17/6/23)

Pusat telah melakukan banyak upaya  untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Upaya tersebut antara lain dengan meningkatkan kesejahteraan sosial PNS agar tidak lagi melakukan pungutan liar, mengadakan lelang jabatan untuk menjaring PNS yang berkualitas dan meningkatkan pemeriksaan pelayanan. Namun hampir semuanya tetap pada tempatnya. Kaitannya dengan Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009, sudah menjadi kewajiban penyelenggara pelayanan publik untuk memberikan pelayanan publik yang prima dan bermutu. Artinya, hal tersebut harus dilaksanakan. Lalu mengapa? Tetap saja para pimpinan  kementerian/lembaga maupun kepala daerah  sendiri kurang memiliki komitmen dalam melaksanakan amanat UUD 1945.

Tujuan akhir dari pelayanan tentu saja adalah kepuasan pengguna pelayanan. Memang benar, setiap lembaga mempunyai kotak Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Pertanyaannya, apakah kotak IKM tersebut dikelola dengan baik, apakah ada petugas yang menilai IKM tersebut, ataukah kotak tersebut hanya menjadi layar standar pelayanan? IKM tentunya sangat bermanfaat dalam membantu institusi meningkatkan kualitas pelayanan. Kritik dan masukan dari masyarakat sebagai pengguna layanan yang paling mengetahui kebutuhan. Berdasarkan IKM tersebut, pengawas penyedia layanan dapat meningkatkan pelayanan. Misalnya, jika ada pegawai yang kepribadiannya marah akibat evaluasi, maka ia bisa dipindahkan ke departemen lain yang tidak berhubungan langsung dengan pengguna jasa. Ini adalah contoh kecil perbaikan dari solusi yang ditawarkan dari peningkatan kualitas pelayanan publik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline