Manggarai adalah salah satu wilayah yang berada di provinsi NTT. Letak geografis Manggarai menjadikannya salah satu wilayah dalam zonasi tambang. Dengan kekayaan alam yang menggiurkan tersebut, banyak pihak yang tergerak menjadikanya sebagai area bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya Tampa melalui perizinan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Melakukan usaha Tampa perizinan merupakan suatu kegiatan yang melanggar hukum dan dapat di kenakan saksi.
Aktifitas penambang liar di kab Manggarai bukan merupakan hal yang baru. Bahkan tambang ilegal sudah marak terjadi hampir di setiap wilayah yang berpotensi akan tambang.
Berdasarkan informasi yang di himpun, bawa hampir seluruh tambang yang berada di bantaran sungai wae pesi itu di duga tidak mengantongi izin. Berdasarkan UU No 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu-bara. Bahwa akfitas pertambangan di bantaran wae pesi telah melanggar hukum . Maka atas dasar pasal 158 UURI NO 3 Tahun 2020 tersebut, disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan Tampa izin di pidana paling lama 10 tahun dan denda 100.000.000.000.
dalam pasal 160 UU No 3 tahun 2020 tentang Setiap orang yang mempunyai IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan Operasi Produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paiing banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Di tegaskan kembali dalam Pasal 161 Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Selain dari pada itu dampak negatif sosial, ekonomi, lingkungan dan ekologi itu sangat di rasakan.
Hasil penelitian dari Jurnal Ilmu Lingkungan Undip menunjukkan tingkat erosi di lokasi penambangan pasir adalah moderat dan ringan dan menimbulkan dampak fisik lingkungan seperti tanah longsor, berkurangnya debit air permukaan (mata air), tingginya lalu lintas kendaraan membuat mudah rusaknya jalan, polusi udara, dan dampak sosial ekonomi. Dampak sosial ekonomi penyerapan tenaga kerja karena sebagian masyarakat bekerja menjadi tenaga kerja di penambangan pasir, adanya pemasukan bagi pemilik tanah yang dijual atau disewakan untuk diambil pasirnya dengan harga tinggi, banyaknya pendatang yang ikut menambang sehingga dapat menimbulkan konflik.