Tulisan ini hanya sebatas refleksi dari pengalaman saya melihat aneka permasalahan lingkungan di kabupaten Indramayu khususnya Desa Mekarsari, dan mungkin tulisan ini dapat memberi sumbangsih pengetahuan terkhusus masyarakat indramayu.
Menggambarkan kondisi geografis Indramayu yang terletak di pesisir pantai utara jawa, menjadikan kabupaten tersebut merupakan daerah yang kebanyakan masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan petani, sehingga dari kondisi alam yang masih asri dan sejuk, masyarakat memanfaatkan sumber daya alam sebagai penghasilan utama untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Tidak hanya itu, Indramayu juga dijuluki kota mangga, karena kebanyakan masyarakatnya memiliki tanaman mangga yang beraneka ragam jenis. Tidak kalah dari kota dan daerah lainya Indramayu memiliki destinasi wisata alam yang eksotis seperti pantai, pulau biawak, dan hutan mangrove yang terbilang sangat lebat di banding daerah lain di pulau jawa.
Seiring berjalannya waktu, indramayu mengalami perkembangan dan perubahan, baik dalam segi ekonomi, pembangunan, dan kondisi sosial masyarakat. Beberapa jalanan dilakukan perbaikan dari yang berlubang sampai deperbaiki dengan jalanan di cor, dan juga banyak pembangunan minimarket di sisi-sisi jalan.
Namun, dalam perkembangan tersebut, persoalan demi persoalan mulai berdatangan, salah satu persoalan yang terjadi adalah adanya pembangunan PLTU 1 (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang didirikan di pesisir pantai utara desa Mekarsari yang berkapasitas 3x330 Mega Watt (MW) yang akan di operasikan dan dibangun diatas lahan seluas 83 hektar pembangunan PLTU tersebut merupakan bagian dari Fast Track program 10.000 MW.
Bahan dasar PLTU Indramayu tersebut adalah batubara yang di perkirakan mecapai 4,2 juta ton pertahunnya, yang dipasok dari Sumatera dan Kalimantan dan bekerjasama dengan beberapa perusahaan diantaranya PT Arutmin Indonesia, PT Bukit Asam, PT Kideco Agung, PT Kaltim Prima Coal, dan PLN Batubara.
Pembanguan PLTU 1 Jawa Barat di bangun pada tahun 2007 yang bekerja sama dengan konsorsium China National Mechinery Industry Corp (SINOMACH), China National Electric Equipment Corp (CNEEC), dan PT Penta Adi Samudera.
Nilai kontrak pada pembangunan tersebut encapai US$ 696,73 juta dan jenis pembangkit listrik yang digunakan adalah jenis batubara Low Rank Coal. Di tambah lagi dalam persoalan tersebut, terdapat rencana pembanguan PLTU 2 Indramayu yang akan dibangun tidak jauh dari PLTU 1 Indramayu. PLTU 2 ini rencananaya akan bekerjasama dengan perusahan dan pemerintah jepang.
Pemusnahan Ruang Oleh Para Kapital
Seperti yang kita ketahui, Teknologi pembangkit listrik tenaga batu bara saat ini banyak ditolak karena berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.
Peningkatan suhu global akibat peningkatan emisi karbondioksida dari pembangkit listrik tenaga batu bara terus memicu efek rumah kaca. Selain itu, banyak emisi lain dari pembangkit listrik tenaga batu bara yang menurunkan kualitas udara yang dihirup manusia. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas kesehatan dan meningkatkan jumlah orang yang menderita penyakit pernapasan.
Kita sering mendengar bahwa dari pihak-pihak yang punya kepentingan dalam sistem ini, bahwa kapitalisme menawarkan solusi bagi persoalan lingkungan yang seakan-akan pertumbuhan lebih lanjut pasar modal, konsumsi ramah lingkungan, dan teknologi baru bisa mmenyediakan kita jalan keluar ajaib dari dilema ekologi global.