Lihat ke Halaman Asli

'Terima Kasih' Aku Merindu

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Heyo, apa kabar?! Maaf ya baru nge-post lagi. Soalnya lagi sibuk memandang biru laut dan langit yang berbeda namun seakan menyatu. Pantulan matahari pagi berserakan di mana-mana seperti kilat di pagi hari. Kerasnya riak yang menerpa di tambah gemuruh suaranya menggetarkan pijakan ku.

Petikan gitar di bibir kapal yang tentunya komplit dengan secangkir hangat kopi pagi ini menambah solid irama ku. Seduhan kopi yang semakin dalam sedalam gelas kosong yang cukup mengheningkan tegukan ku. Sesekali ampas pahit yang tadinya manis menyangkut di sudut bibir, yang sayang kali ini harus aku jilat sendiri.

Layaknya jemari harimonika solo mendebarkan pilu di kalbu. Layaknya pencitraan Yin dan Yang kembali melebur menjadi satu. Desir pasir gersang tak nampak. Pepohonan kering singgap lenyap tertinggal di sana. Aku dimana aku tak tahu. Aku dengan siapa aku sendiri.

Menatap kedepan yang entah untuk apa aku menatap. Terdiam terbelenggu namun tak benar terdiam.

Perjalanan kali ini tentunya tak sejalan. Berlayar dengan kapal laut besar yang mengiring ku pergi jauh dari segala apa yang ku inginkan di sana. Harus terpisah bukan karena keputusan. Harus terpisah melainkan karena keadaan yang sama sekali tak aku pahami.

Rasa rindu yang bahkan overdosis tapi bukan kepada orang yang merindukan ku. Bayang-bayang abjad yang menyatu entah mengapa melukis tabur nama mu. Memejamkan mata yang kembali terbayang wajah mu. Lamunan terpatah saat mendengar bisikan rindu darimu. Hah! Ternyata hanya mimpi.
-
"Sampai kapan kamu begini!"

"terus mau kamu apa?"

"Kamu egois!"

"pikir saja sendiri!"

Suara teriakan perempuan di belakang ku.

Aku sering mendengar kata-kata itu. Tentunya, untuk mereka yang 'sedang' tak sejalan. Dalam sebuah hubungan, pertengkaran kerap kali terjadi. Seperti halnya dari pihak perempuan yang mengharapkan perhatian lebih dari pasangannya namun gengsi untuk memulainya. Atau dari pihak laki-laki yang ingin dihargai pasangannya tanpa berusaha sedikitpun. Semua itu wajar. Pertengkaran itu wajar. Karena memang, cinta itu amarah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline