Lihat ke Halaman Asli

Penolakan dan Kritikan Hujani Ibu Kota Baru

Diperbarui: 12 Februari 2022   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan RUU (Rancangan Undang-Undang) IKN (Ibu Kota Negara) menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 yang digelar hari Selasa, 18 Januari 2022. Sebelumnya, terjadi perbedaan pendapat antar Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN. Anggota Pansus RUU IKN dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) Syarief Abdullah Alkadrie menyatakan bahwa pembahasan RUU IKN akan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Berbeda dengan Syarief, Anggota Pansus RUU IKN dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hamid Noor Yasin mendorong agar pembahasan RUU IKN ditunda. Ia beralasan bahwa Pemerintah harus fokus pada pembenahan utang negara yang kini sudah mencapai Rp6.687,28 triliun per Oktober 2021 atau setara 39,69 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan disahkannya RUU IKN menjadi UU, selanjutnya DPR hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden dan selanjutnya bakal diundangkan.

Belum genap satu bulan kritik serta penolakan pun bermunculan. Sebanyak 45 tokoh dari berbagai kalangan bersatu menggalang petisi penolakan IKN. Salah satu tokoh yang menolak IKN yakni ekonom senior Faisal Basri. Faisal mengatakan bahwa proyek IKN yang dibangun Pemerintah hanya ingin menghibur rakyat Indonesia di masa pandemi Covid-19 ini. Ia juga mengatakan bahwa kurang tepat membangun IKN di masa pandemi Covid-19. Apalagi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang harusnya digunakan dalam membuat program-program bagi masyarakat yang terdampak Covid-19 turut serta digunakan dalam pembangunan IKN. Selain itu, ia juga mengatakan proyek pembangunan IKN merupakan mainan serta hobi baru Presiden Jokowi setelah pembangunan tol laut yang kurang terurus. Faisal juga berbicara bahwa diperlukan orang di kalangan istana  yang mengingatkan Presiden Jokowi dalam membangun suatu proyek infrastruktur yang besar. Hal ini berkaca karena sebelumnya Presiden Jokowi sempat menargetkan pembangunan tol Sumatera hingga 2700 Km sampai 2024. Hal ini kemudian dikoreksi salah satu Menteri bahwa mustahil membangun tol Sumatera hingga 2000 Km. Maksimal kilometer yang dapat dibangun sampai 2024 yakni 1000 Km. kemudian Presiden Jokowi menerima hal ini.

Faktor politik dalam pembangunan IKN juga menjadi dugaan kuat masyarakat. Ambisi Presiden Jokowi demi meninggalkan legacy di masa pemerintahannya juga turut serta dalam pembangunan IKN. Banyaknya program pemerintah yang kurang efisien akibat pandemi Covid-19 memaksa Presiden Jokowi mewujudkan ambisi liarnya di akhir masa jabatannya yang tersisa dua tahun lagi. IKN bagaikan harga mati bagi Presiden Jokowi, segala upaya terus dilakukan termasuk soal anggaran pembangunan IKN yang bakal mengorek-ngorek dana PEN. Selain itu, banyak masyarakat menganggap bahwa pembangunan IKN hanya untuk kepentingan elite tertentu. Hal ini karena banyak sekali bisnis skala besar yang dilakukan oleh elit politik. Dalam film dokumenter "Sexy Killers" karya Watchdoc Image menjelaskan bahwa bisnis batubara dimainkan oleh elit politik. Pembangunan IKN ditakutkan masyarakat justru akan menjadi lahan permainan uang bagi elit politik. Alasan IKN yang merupakan daerah otorita juga membuat cemas masayarakat. Di IKN nantinya kepemimpinan akan ditampuk oleh Kepala Otorita. Hal ini menimbulkan kecemasan masyarakat karena rancangan IKN yang kita lihat banyak terdapat property, rumah serta apartemen yang justru mungkin bakal menjadi alat penghasil uang bagi elit politik. Hal ini terbukti karena pada debat Pilpres 2019, Presiden Jokowi pernah menyindir lahan sebesar 220.000 hektare di lokasi ibu kota baru yang dimiliki oleh Prabowo. Selain itu, karena daerah IKN merupakan daerah otorita yang bukan merupakan daerah pemerintahan. Maka, Gubernur serta (Dewan Perwakilan Rakyat daerah) DPRD tidak akan ada dalam ibu kota baru tersebut. Otomatis demokrasi juga tidak ada dalam IKN ini dan ini juga semakin membuat cemas mayarakat.

Perihal tentang siapa yang akan menjadi Kepala Otorita IKN juga menjadi polemik. Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP) mengajukan nama Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap disapa Ahok sebagai calon Kepala Otorita IKN. Munculnya nama Ahok menimbulkan kritik dari Mardani Ali Sera. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpesan bahwa sosok calon Kepala Otorita jangan sampai justru malah menimbulkan kegaduhan politik. Ia juga mengatakan bahwa calon Kepala Otorita IKN harus memiliki integritas dan kapasitas. Sementara itu, ekonom senior Faisal Basri mengatakan bahwa Manajer kota terencana seperti Bumi Serpong Damai (BSD) atau Ciputra Group pantas dijadikan sebagai calon Kepala Otorita IKN. Karena daerah IKN merupakan daerah otorita yang terencana serta mengusung Green City, Smart City, serta banyak memiliki property perumahan maka manajer BSD atau Ciputra Group sangat cocok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline