Matahari terbit di ufuk timur, menghias langit savana dengan warna jingga keemasan. Rerumputan tinggi bergoyang lembut ditiup angin, menciptakan riak hijau yang membuai. Di kejauhan, siluet pegunungan gagah berdiri tegak, seakan menjaga perbatasan savana liar ini. Padang Savana, sebuah hamparan subur permai tempat kehidupan beragam hewan.
Padang savana yang luas itu dikuasai seekor Harimau Tua. Usianya telah renta, sebentar lagi turun tahta. Namun, ia masih sulit dan merasa sakit turun meski niscaya.
"Kunikmati hingga waktu mencabutku!" batinnya sambil mengawasi Harimau Muda yang lincah berlarian di kejauhan.
Harimau Muda, dengan bulu lorengnya yang berkilau dan tatapan matanya yang tajam, menjadi penjaga harapan baru bagi banyak penghuni savana. Harimau Muda gesit, kuat, dan berambisi. Harimau Muda pun sudah rindu hari dimana ia bisa memimpin menunjukkan kemampuannya. Namun, Harimau Tua memangkas semua jalannya di setiap langkah. Harimau Muda dibatasi, hanya bergerak menurut perintah Harimau Tua di wilayah yang ditentukan.
"Tunggulah. Aku akan membalasnya kelak," gumam Harimau Muda pada suatu senja, menatap matahari yang terbenam di balik bukit kesenyapan. "Hanya menunggu masa. Setiap binatang, ada masanya. Setiap masa, ada binatangnya. Aku hanya perlu bersabar."
Harimau Tua, semakin hari semakin terobsesi dengan kekuasaannya. Ia menambah kerah tenaga untuk meningkatkan pengawasan terhadap setiap gerak-gerik Harimau Muda. Matanya menyipit penuh curiga setiap mendapat laporan dari elang-elangnya. Setiap keberhasilan Harimau Muda dalam berburu, setiap pujian yang ia terima dari hewan lain, semakin mengobarkan api curiga dalam hatinya. Apakah Harimau Muda mau menyingkirkannya buru-buru sebelum waktunya tiba?
Kelemahan-ketakutan diri Harimau Tua, masa yang makin sempit, lalu diblender prasangka curiga, menghasilkan perasaan terancam. Bila menantang Harimau Muda secara terbuka, tak mungkin. Ia kalah kuat. Maka, ia memilih jalan kelicikan: perang psikologis. Ia akan membunuh karakter Harimau Muda secara sosial dengan halus dan senyap.
Harimau Tua menghembuskan bara dengan halus dan lembut kepada pengikut setianya. "Harimau Muda itu penuh darah muda. Yang mudah bergejolak, maka mudah merusak diri dan dunia sekitarnya. Ia memang kuat bekerja tapi ia belum siap memimpin. Makanya saya kasih buruan dan wilayah buruan kecil. Melatih kesabaran, meredam ambisi yang bara. Biarkan ia belajar dulu sampai matang hingga jatah waktuku habis. Tak perlu ia buru-buru. Jika ia mau memangkas waktu, ingin segera naik menggantiku, dan tak mampu mengontrol gejolak bara ambisinya, itu binatang sungguh bahaya saat menjalankan kekuasaan. Yang tak sejalan dengan ambisinya, kalian disingkirkan. Tak bisa kita menaruh kepercayaan pada pemimpin yang ambisius pada kekuasaan dan mementingkan diri. Hancur savana kalian kelak," tuturnya lembut dan berat. Suaranya mengalun indah.
Harimau Tua menghidupkan bara curiga hewan-hewan lain untuk tidak menaruh kepercayaan pada Harimau Muda. Menumbuhkan jarak dan batas di antara mereka.
"Harimau Muda itu nafsu besar, tapi visi kecil," katanya pada Rusa. "Ia tidak punya visi untuk savana ke depan. Ia hanya punya hasrat kuasa dan kepentingannya yang mau diwujudkan segera untuk diri," imbuh Harimau Tua.