jalan hidup yang tak
selalu mulus
pernah kau tembus
kau kira diri telah punya
namun ternyata petaka
datang tanpa aba-aba
sementara diri tak bisa bela
sendiri jatuh kau tanggung
serupa kayu ambruk tanpa tumpu
sementara rerimbun selingkung
hanya mendesau kau ke udara murung
dipalu kau yang lapuk
ditalunkan kau bangkai debu
kalaupun tumbuh hanya jamur
melumuri kasur
tapi kau tetap terus melabur hidup
ketika mimpi kembali ditabur
perihal sepohon kayu yang melebur
jadi kursi, pintu, dan ranjang makmur
di kamar istana lelaki uzur,
kau langsung sergap
karena kakimu mulai kedap
sementara aman makin redap
dan hidupmu masih lindap.
namun, di tikungan waktu
kau lagi-lagi getir
saat matahari tak lagi
memancar
dan bayangmu
ikut memudar
kau pun terpenjara gentar
hingga kau memilih sunyi sembunyi
nenarnya peta
kau mulai lupa arah
hidup tanpa marwah
pasrah pada yang entah
yang kau kira indah
daripada realita yang telah pecah.
sementara aku sendiri di sini, Mama
harus berenang hidup
menyusuri rimba zaman
mencari dan membawa
api untuk membakar dedaunan kata
yang menyampah, berkuntilanak,
dan berular di luar
demi ada terang istana kita yang lembab
namun masih saja remang-remang.
***
(Aceh, 03 Februari 2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H