Lihat ke Halaman Asli

Fazil Abdullah

Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Mengertilah, Dewasalah "Ah Gak Ngerti Ah, Bodo Ah, Udahlah, Bye!"

Diperbarui: 21 Maret 2017   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: shutterstock.com

Kau boleh saja menilaiku sang penggombal. Dulu aku kau nilai begitu romantis, menemanimu setiap waktu. Bertanya kabar,berbicara panjang lebar, apa saja, tak mutu pun kita lahap. Lalu terkekeh, tercekikik bersama. Kini kau merasa diabaikan ketika semua yang pernah kita lakukan itu, menghilang.

Mengertilah, di awal-awal pertemuan ya benar bahwa perhatian-perhatian kecil itu sangat berarti untuk menunjukkan kita ada saling perhatian dan menyukai. Lalu kini perhatian-perhatian kecil itu, apakah masih dibutuhkan ketika arti sudah jelas bahwa kita saling perhatian dan menyukai. Kita butuhkan kini adalah hubungan saling merindu agar hubungan kita tak datar-datar.

Tapi kau tetap bilang, "Dasar buaya!" Lalu kau samakan aku dengan lelaki buaya. Ketika menemukan yang baru, yang menarik perhatian, menjadi begitu bergairah, semangat, berlama-lama, tak mau lepas. Lalu seiring waktu, datang kebosanan melanda. Yang baru itu pun ditinggalkan kemudian. Aku bukan lelaki buaya darat, Sayang.

Bosan iya, tapi bukan bosanku ini karenamu. Aku puas, aku bahagia selama bersamamu. Bosan yang terlihat dan kurasa ini, sesungguhnya karena aku gelisah dan resah. Selama bersamamu, selalu begini terus, tak benar. Karena banyak hal belum beres dan tak tuntas. Bersamamu, aku lalai. You see?

Apa yang pernah kulakukan dan kuberikan padamu, lalu kini tidak lagi, bukan berarti pula aku telah menduakanmu. Aku hanya tak bisa begitu terus. Aku harus menjalani kehidupan yang realistis. Banyak hal yang mesti dikerjakan yang belum kutunaikan. Sudah banyak waktu kuberi pada dan selama bersamamu.

Aku sudah menawarkan padamu. Kita lepaskan rindu dengan sesekali pertemuan. Bukan dengan say hello, apa kabar, sudah makan belum, lagi ngapain, sama siapa, dan perhatian-perhatian kecil yang kini tak lagi berarti sebagaimana awal-awal pertemuan. Bukan tak menghargai, Sayang.

Sekali lagi, jangan menuntutku untuk selalu seperti di awal-awal pertemuan. Aku harus menuntaskan hal-hal lain yang tak habis-habisnya selama hidupku. Sekiranya kau memiliki impian, memberi arti untuk kualitas dirimu, maka tentu kau akan memiliki kesibukan. Lalu kau pun tentu bersikap sepertiku. Mengabaikan hal-hal kecil yang kau persoalkan itu.

Dewasalah, sibukkan dirimu, lakukan yang berarti buat dirimu, keluarga, dan sekitarmu. Kau harus begitu agar ada hal-hal yang harus kau tuntaskan dan kau pun akan selalu dalam kesibukan yang berarti. Jika kau masih saja mempersoalkan hal-hal kecil yang butuh diperhatikan, maka bisa kubuka soal dirimu, "Kaulah gurun. Hujan yang turun tak pernah cukup membasahimu."

***

"Ih, bete bete bete. Nyebelin nyebelin nyebelin. Sok sibuk. Egois. Bilang aja gak sayang lagi. Ah,gak ngerti, ah. Aku tuh sebenarnya cuma pingin sibuk sama kamuuuh. Sama kamuuu. Ya cuma sama kamuuuuu. Bisa ngerti gak siiiih! Tau gak siiih. Ah, bodo, ah. Udahlah. Bye!"

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline