Lihat ke Halaman Asli

Fazil Abdullah

Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Kupu-kupu yang Dikutuk Pendekar Datar

Diperbarui: 4 Maret 2017   04:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KUPU-KUPU YANG DIKUTUK
PENDEKAR DATAR

Di Negeri Cilukba, yang dipimpin pendekar datar, muncul pembicaraan panjang di setiap sudut negeri. Pembicaraan itu seputar masalah kupu-kupu yang dihukum akan dikutuk lantaran mengisap sari bunga terlarang.

Bunga terlarang itu bagaimana wujudnya, di mana tumbuhnya, kenapa dilarang diisap sarinya, disentuh, apalagi dipetik, tak ada yang tahu. Lalu tiba-tiba saja ada kabar, sepasang kupu-kupu dihukum kutukan gara-gara menghisap sari bunga terlarang.

"Wew banget! Segitu kali dihukum," tanggapan Kancil sambil merumput bersama kerbau-kerbau.

"Entahlah kenapa bisa segitunya," sahut kerbau sambil rebahan di rumput. Malas banget kerbau beberapa hari ini. Tak ada kubangan. Hujan belum turun-turun. Tubuhnya pun jadi gerah.

"Tapi aku lebih mikir hujan kapan turun nih. Ampun kaka, panas tubuh tanpa lumpur." Lanjut kerbau.

Cling! Kancil nendapat ide. Kancil masih ingat janjinya pada buaya datar akan dikasih santapan kerbau ke buaya. Tapi Kancil belum menjalankan idenya. Dia bicarakan soal kupu-kupu yang dikutuk.

"Bo, apa kamu merasa adil kalo mendapat hukuman kek kupu-kupu itu? Coba misalkan lu merumput dan tau-tau rumput itu dilarang. Lu pun dihukum dikutuk jadi kerbau tanpa tanduk. Adil?" pancing kancil.

"Kagak adillah! Gak terima gue? Siapa sih bikin aturan kutuk-mengutuk suka-suka gitu? Kurang ajar bener tuh yang bikin hukuman," kerbau tercuri perhatiannya.

"Aduh, kemana aje lu. Yang ngasih hukuman kan pemimpin kita, pendekar datar! Dia yang bisa ngasih hukuman dan ampunan!" kancil bersemangat.

"Hmmmm.... sudah kuduga," kerbau bergumam

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline