Lihat ke Halaman Asli

Fazil Abdullah

Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Menikmati Secangkir Luka

Diperbarui: 29 Agustus 2016   21:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ah, Kopi. Dini hari kau panggil aku. Aku tak bisa tidur, justru kau tawar kopi. Tapi aku tak bisa menolak sebab kau adalah teman luka. Kita telah begitu akrab. Lalu luka ini makin mendekatkan kita. Perbedaannya, kau sudah bisa belajar menikmati lukamu tapi aku tidak.[caption caption="Dalam kepahitan, ada nikmat di sana"][/caption]

Ya, kaulah sekumpulan biji luka yang melewati sekian basah, panas, dan hancur. Pahit, gelap, dan remuk-redam perjalanan hidupmu. Kau tetap suguhkan kenikmatan di balik luka-lukamu dalam secangkir kegelapan.

*

Kuseruput pahit manismu. Kuhirup aromamu. Hangat dan bertenaga meresap dada. Padamu pernah kucoba sibak; kekuatan bagaimana yang kau sembunyikan di dalam secangkir kegelapanmu itu?

Aku lemah. Remuk-redam begini. Kehilangan rasanya menjadi kutukan dan petaka. Kehilangan itu melumpuhkan jiwa. Ingin kubuang, tapi tak bisa. Secara logika, sudah sepantasnya kubuang rasa kehilangan agar mudah kurangkul kesenangan-kesenangan yang datang menggoda dan menghampiri.

Tapi sekali lagi, aku tak bisa. Sebab usai terpuaskan, aku hampa. Kehilangan membolak-balikkan jiwaku di antara kepuasan dan kehampaan. Hatiku hanya padanya. Tapi ia bergeming. Tak bisa menerimaku lagi. Ia pergi.

Memang harus kehilangan untuk menyadari seseorang itu berarti. Dalam masa kehilangan itu, segala rasa manusiawi datang silih-berganti mengacaukan hari-harimu. Dalam keadaan begitu, tiga kemungkinan yang terjadi selanjutnya; terpikir lebih baik tak punya hati, menjadikannya pelajaran, atau jalani hari setengah hidup (setengah mati).

*

Kubaca lagi puisinya tertulis tegas sebagai salam perpisahan.
---
DURI SEHABIS BUNGA

Pada titik-titik masa tertentu, aku habis. Jenuh. Tak ada yang menarik tertinggal padaku untuk kau aromai dan indah di matamu. Selain duri-duriku yang melukaimu saat kau mendekat.

Sayangnya, ingatanmu payah dalam mengingatku saat berbunga-bunga. Lebih segar ingatanmu pada duri-duriku yang membekas hatimu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline