Lihat ke Halaman Asli

Semua Butuh Tarbiyah

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sejarah mencatat. Dalam rangka Rihlah Ilmiyah, para Ulama’ Salaf melewatinya dengan cara yang berbeda-beda. Banyak metode yang mereka lakukan. Baik itu metode belajar langsung kepada guru, penelitian, dll. Dan metode mereka tetap abadi hingga sekarang.

Dan di era globalisasi ini, juga banyak ditemukan metode baru dalam KBM. Namun metode KBM pada zaman ini sebenarnya telah ditemukan dan dipakai oleh ulama’ salaf kita. Hanya saja ada sedikit penambahan dan penyempurnaan. Mungkin kita semua-sebagai orang kalangan pesantren-selalu berpedoman kepada “Al-Muhafadzah alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah”, yaitu memegang teguh tradisi lama yang baik dan mengambil inovasi yang lebih baik.

Dalam tulisan ini, akan diterangkan tentang metode pengajaran yang ada di pesantren. Karena pesantren banyak mengadopsi metode yang telah dipakai oleh para ulama’ salaf. Dan sejatinya hanya metode di pesantrenlah yang ideal untuk diaplikasikan dalam rangka thalabul ilmi.

Metode KBM di Pesantren

Ada bebarapa jenis metode pembelajaran yang digunakan di pesantren antara lain:

a.Metode Sorogan atau metode layanan individu. Kata ‘Sorogan’ ini diambil dari kata dasar bahasa Jawa ‘Sorog’, yang berarti menyodorkan. Di mana seorang santri menyodorkan kitabnya di hadapan Kyai atau Ustadz. Metode sorogan ini  santri langsung bertatap muka dengan guru, dengan membawa kitab yang dipelajarinya. Santri bertugas membaca kitab pelajaran yang berbahasa arab, sesuai tata bahasa dan kaidah Nahwu dan Sharrof. Kalimat demi kalimat dibaca, kemudian diterjemah dan ditrerangkan. Sementara guru  menyemak dan mengoreksi serta  mengevaluasi  bacaan santri tersebut.

Sistem Sorogan  ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan islam tradisional, sebab ini menuntut kesabaran, ketekunan, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari santri. Dalam metode ini Santri yang sudah siap  mengajukan sebuah kitab pada guru untuk dibaca dihadapannya, kalau dalam membaca dan memahami kitab tersebut terdapat kesalahan, maka kesalahan itu akan dibimbing dan  dibenarkan secara langsung.

Metode atau sistem sorogan ini sudah terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid dalam mencari ilmu. Dan biasanya kitab-kitab yang dipakai dalam metode sorogan ini, adalah kitab yang ditulis dengan ‘huruf gundul’ tanpa harokat. Dalam sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri.

b.Metode Weton. Metode weton atau bandongan sering pula disebut  metode layanan kolektif. Ialah kegiatan pengajaran di mana seorang guru membaca, menterjemahkan dan mengupas pengertian serta isi kitab tertentu. Sementara para santri dalam jumlah yang terkadang cukup banyak, mereka duduk disekitar  sang guru, atau mereka mengambil tempat agak jauh selama suara beliau dapat didengar dan masing-masing orang membawa kitab yang tengah dikaji itu dan menulis penjelasannya di sela-sela kitab tersebut.  Dikatakan metode layanan kolektif karena pengajian dengan system tersebut biasanya diikuti oleh banyak santri dan seringkali mengulas kitab-kitab  dalam bahasa arab. Metode ini diberikan dengan tujuan agar guru mudah untuk menguasai, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai pelajaran. Metode ini diberikan pada murid-murid tingkat menengah dan tinggi. Dan hanya efektif untuk santri yang telah mengikuti metode sorogan secara efektif.

c.Metode Mudzakaroh. Mudzakaroh merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah hukum keagamaan seperti ibadah dan aqidah serta masalah-masalah agama pada umumnya. Saat mudzakaroh inilah para santri menguji keterampilannya, mengutip sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab islam klasik. Zamakhsyari Dhofir, menggolongkan metode ini dalam katagori Metode Musyawarah, yaitu metode pengajian yang hanya diikuti oleh beberapa Santri senior atau ustadz muda dan ustadz-ustadz yang sudah berpengalaman mengajarkan kitab-kitab ‘besar’. Dan pengajian ini hampir seluruhnya menggunakan bahasa Arab. Dan nantinya, hasil diskusi yang telah dilakukan diserahkan kepada guru untuk di koreksi bersama.

Inovasi Dalam Pengajaran di Pesantren

Sebagai lembaga pendidikan tertua, pesantren memiliki peran penting dalam berkembangnya pendidikan di negeri ini. Dan perlu diadakan evaluasi dalam metode pengajaran di pesantren. Dengan cara melestarikan metode yang lama, serta mengambil inovasi yang lebih baik. Sesuai dengan pedomannya.

Ada banyak hal yang seharusnya dipikirkan. Utamanya dalam metode KBM di pesantren. Jika diamati, metode yang telah digunakan masih banyak sekali kekurangan. Baik dari sisi kurikulum ataupun cara pegajarannya. Banyak sekali kurikulum yang diajarkan dengan cara yang tidak efektif dan efesien. Misalnya, dalam sehari murid diberikan tiga mata pelajaran yang berbeda. Pertama Nahwu, kedua Ushul Fiqh, dan ketiga Akhlaq. Dan ketiga pelajaran itu saling berbeda arah. Cara pengajaran seperti di atas dikatakan kurang efektif. Karena dalam sehari murid dipaksa untuk berfikir tiga arah yang berbeda.

Juga dianggap penting adanya kegiatan ekstrakulikuler. Selain di dalam kelas, murid juga harus aktif belajar di luar kelas. Seperti adanya kajian bersama, belajar kelompok, atau studi observatif. Tujuannya agar murid bisa mengembangkan pengetahuannya dan bisa mengevaluasi hasil belajar yang ia dapatkan di kelas.

Oleh karenanya sangat perlu adanya evaluasi dalam metode KBM di pesantren. Setidaknya murid dapat disinergikan dalam belajarnya. Agar murid dapat berfikir lebih fokus. Serta juga perlu adanya penyeimbangan dalam tatanan kurikulum. Hingga nantinya akan tercipta suasana kegiatan rihlah ilmiah yang efektif dan efesien.

Orientasi Tarbiyah di Pesantren

Sebagian orang sering menanyakan tentang orientasi pendidikan. Utamanya pendidikan pesantren. Sebab di era globalisasi ini pendidikan di pesantren semakin hari semakin tidak diminati. Mereka beranggapan jika pendidikan di pesantren masih dianggap kuno dan kurang inovasi. Namun sebenarnya pendidikan di pesantren inilah yang lebih efektif dibandingkan dengan pendidikan di luar pesantren.

Atau dari kalangan orang pesantren sendiri, mereka masih skeptis dengan orientasi tarbiyah di pesantren. Bahkan sampai mereka membandingkan dengan jurusan selain Tarbiyah. Misalnya Muamalah. Mereka lebih percaya dengan orientasi di bidang Muamalah yang menurut mereka lebih prospek.

Dan sejatinya, jika diperhatikan semua hal itu butuh tarbiyah. Mengapa demikian? Coba kita lihat. Dalam kehidupan, kita dihadapkan dengan berbagai problematika hidup. Mulai dari sejak lahir, dewasa, hingga nanti sampai tutup usia, kita menghadapinya dengan cara bersosialisasi, komunikasi, atau bahkan memahami karakter manusia yang berbeda-beda. Dan semua cara itu pasti butuh belajar, dan belajar itu tarbiyah. Atau dalam hal hubungan vertikal dengan Allah SWT. Kita juga butuh tarbiyah. Karena kita harus memahami bagaimana cara beribadah, cara taat kepada-Nya, itu juga butuh tarbiyah.

Oleh karenanya, sebenarnya kita tidak perlu menanyakan tentang orientasi tarbiyah. Karena segala taraf hidup butuh tarbiyah. Karena tarbiyah bukan hanya dilakukan waktu di kelas saja, atau bahkan hanya sekedar untuk mendapatkan sebuah ijazah, namun segala sesuatu yang kita jumpai dalam hidup kita pasti butuh kepada tarbiyah. Wa Allahu A’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline