Lihat ke Halaman Asli

Agrotechnopreneurship “From Farm To Table Business”

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

“Sungguh negeri ini adalah penggalan surga, surga seakan-akan pernah bocor dan mencipratkan kekayaan dan keindahannya, dan cipratan keindahannya itu bernama Indonesia” (Emha Ainun Najib). Pernyataan tersebut tentu dibuat karena alasan. Alasan yang membuat mata pikiran kita terbuka lebar untuk melihat lebih dalam kekayaan apa yang ada di Negara Indonesia ini. Untaian jamrud khatulistiwa yang membentang dari Sabang sampai Merauke merupakan sebagian besar dari kekayaan alam yang dimiliki Indonesia. Namun apalah artinya sumberdaya alam yang melimpah ruah jika tanpa pemanfaatan yang optimal. Indonesia, pada tahun 2012 menyandang predikat Negara termiskin di dunia pada urutan ke-68. Apa yang tengah melanda Indonesia sebenarnya??

World Economic Forum (WEF) pada tahun 2009 mengemukakan persoalan utama yang dihadapi oleh indonesia. Pesoalan tersebut diantaranya adalah kualitas birokrasi yang tidak efisien, infrastruktur yang kurang memadai, kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, tingginya tingkat korupsi, dan juga rendahnya akses pemodalan. Hal ini  menjadikan Indonesia memiliki daya saing yang rendah dalam persaingan global. Nah, salah satu sektor yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global  adalah kewirausahaan (entrepreneurship). Bangsa yang maju bergantung pada seberapa banyak pengusaha yang ditelurkan. Seorang entrepreneur mampu menciptakan kemandirian finansial bukan hanya bagi dirinya sendiri namun juga orang-orang yang ikut terlibat di dalamnya. Maka, kewirausahaan memiliki peran yang strategis dalam pertumbuhan perekonomian suatu bangsa.

PERTANIAN : “hidup matinya suatu bangsa” (Bung Karno). Pertanian merupakan salah satu sektor yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam yang sangat baik dan beragam. Namun demikian, ketersediaan berbagai sumber-daya hayati yang banyak, tidak menjamin kondisi ekonomi masyarakat akan lebih baik, kecuali bilamana keunggulan tersebut dapat dikelola secara profesional, berkelanjutan, dan amanah, sehingga keunggulan komparatif (comparative advantage) akan dapat diubah menjadi keunggulan kompetitif (competitive adventage) yang menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.

Adanya kombinasi antara entrepreneurship yang mengelola pertanian diharapkan mampu membawa Indonesia menjadi negara yang lebih maju dan mampu bangkit dari keterpurukan. Maka disini diperlukan peran seorang agropreneur. Tak berhenti sampai pada titik tersebut, seorang pengusaha dikatakan berhasil apabila mampu mengelola usahanya dengan kreatif. Inovasi sangatlah dibutuhkan dalam membentuk produk yang unik dan berbeda. Seperti yang kita sama ketahui bahwa komoditas pertanian merupakan bahan yang mudah rusak (perishable), maka teknologi merupakan aspek yang penting dalam pengolahan hasil pertanian.

Nah disinilah tugas seorang agrotechnopreneur melalui penggunaan teknologi dan dengan keberaniannya dalam mengelola resiko secarakreatif dan inovatif dalam persaingan usaha.Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id MADev. (Guru Besar Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB) dalam salah satu bukunya menjelaskan agrotechnopreneur dari segi terminologi didefinisikan sebagai kemampuan mengelola usaha di sektor pertanian dengan memanfaatkan teknologi danmengedepankan inovasi dalam pengembangan bisnisnya. Oleh karena itu, seorang agrotechnopreneurship harus dapat berfikir pengelolaan secara menyeluruh suatu komoditas yang mulai dari ladang hingga sampai pada meja konsumen atau dikenal dengan istilah “From farm to table business”. Pemahaman ini dapat meningkatkan nilai tambah di sepanjang rantai nilai industri agribisnis untuk meningkatkan daya saing suatu produk. Dua elemen penting yang merupakan penggerak agrotechnopreneurship yaitu, manajemen kreatif dan manajemen inovatif. Agrotechnopreneur perlu melakukan perancangan produk sebagai salah satu strategi dan seni dalam berbisnis. Era globalisasi telah mengantarkan pada persaingan yang sangat ketat. Maka dari itu, kompetisi spesifik para agrotechnopreneur harus diperkuat.

Revitalisasi pertanian dengan membangkitkan semangat agrotechnopreneurship khususnya bagi pemuda Indonesia merupakan pilihan yang strategis untuk menggerakan roda perekonomian dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini karena adanya kemampuan yang tinggi dari industri agro dalam penyerapan tenaga kerja mengingat sifat industri pertanian yang padat karya dan bersifat massal. Kegiatan usaha From farm to table business, terutama berbasis pada masyarakat tingkat menengah dan bawah merupakan sektor yang sesuai untuk menampung banyak tenaga kerja dan menjamin perluasan usaha sehingga akan efektif dalam upaya meningkatkan perekonomian di Indonesia lebih baik !!!

(Editorial Majalah I.Com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline