Dalam sebuah edisi, koran Shoutul Azhar memuat sebuah berita menarik. Dari sekian banyak Menteri Republik Chad yang dilantik, ternyata ada lima Menteri yang merupakan alumni Universitas Al-Azhar. Dari sini terlihat peran besar para Muslim di Negara bekas Persekutuan Afrika Perancis Khatulistiwa. Pada kesempatan kali ini kami mewawancarai dua orang Mahasiswa Universitas Al-Azhar yang berasal dari Chad, Ali Muhammad Hasan (Fakultas Syariah wal Qonun) dan Hafiz Mukhtar (Fakultas Lughah Jurusan Tarikh wal Hadarah). Kita akan berbagi cerita dan berita seputar Islam di Chad. Selamat menikmati. Faza (F): Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Chad? Ali dan Hafiz (AH): Asalnya di Chad terdapat tiga Kerajaan besar Islam; Bargemi, Kanem-Borno dan Tuwadai. Seluruh kerajaan ini saling membantu antara yang satu dengan yang lainnya. Islam masuk Chad pada abad ke-11, tepatnya ketika Kerajaan Kanem-Borno di bawah kendali Umme-Jilmi pada tahun 1085-1097. Orang yang berjasa mengenalkan Islam di Chad adalah Muhammad B. Mani, sehingga raja Umme-Jilmi masuk Islam. Islam di Chad meredup dalam rentang waktu yang panjang ketika Perancis menjajah negeri itu. Kegelapan Islam di Chad terhitung tahun 1900 s/d tahun 1979. Apalagi ketika agama Kristen mulai merasuk di Chad pada tahun 1920 – 1970. Islam mulai bangkit ketika Chad memperoleh kemerdekaan dari Perancis pada tanggal 11 Agustus 1960. Kebangkitan Islam di Chad yang telah ratusan tahun menguasai Chad sejak abad ke-11, dimulai ketika tahun 1979 Perdana Menteri Hissene Habre mengadakan pemberontakan. Kekuatan Islam tak dapat dibendung, apalagi ketika Libya mulai masuk ke Chad pada tahun 1981-1987. Pada tahun 1990, kejayaan Islam merekah kembali di Chad, ketika Idris Deby yang berasal dari suku Zaghawa dilantik sebagai Presiden Chad, beliau berkuasa sampai saat ini. F: Bagaimana perkembangan Islam di sana? AH: Mayoritas penduduk adalah Muslim sekitar 95%, sisanya Kristen (3%) dan Lain-lain (2%). Seluruh wilayahnya mayoritas Islam, sedangkan pusat Kristen berada di Provinsi Sar-Mundu dan Manggo-Karah. Umumnya masyarakat masih mempertahankan budaya dan sistem pembelajaran Islam, hal ini terbukti dengan adanya Katatib (tempat pendidikan ilmu agama semacam TPA) yang masih berjalan hingga sekarang. Walau demikian tingkat buta huruf di Chad masih tinggi apalagi bagi mereka yang tidak memperhatikan sekolah formal. Umat Islam tetap memegang ajaran Islam. Tak ada perselisihan dalam sesama Islam begitupula dengan umat lain. Oleh karena itu tingkat pertumbuhan Islam di sana tetap stabil, ditambah lagi dengan peran Katatib yang sangat signifikan terhadap kehidupan Umat Islam. F: Apa keunikan Islam di Chad? AH: Semua Mislim berpegang teguh dengan agama mereka. Salah satu tradisi yang dipegang di sana adalah poligami. Hal ini sudah menjadi lumrah bukan hanya orang kaya tapi juga orang yang menengah ke bawah. Biasanya kami memiliki istri lebih dari satu. Bila sudah memiliki empat istri dan ingin menikah kembali kami harus menceraikan salah satu istri kami. Hal lain yang menarik adalah pendidikan Islam masih sangat kokoh karena masih memelihara kebudayaan dan sistem pendidikan Islam klasik seperti Katatib. Bahkan sebagian warga tak mau menyekolahkan anaknya di luar Katatib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H