Sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas karyawan, BUMN membuat suatu program bernama Compressed Work Schedule (CWS) dengan melakukan uji coba kerja selama 4 hari dalam seminggu untuk 3 bulan ke depan. Program tersebut dijalankan berdasarkan hasil survei well being oleh Kementerian BUMN pada awal tahun 2024. Hasil survei menunjukkan bahwa semakin banyak karyawan yang ingin bahagia, tingkat stres rendah, mental health yang stabil, dan memiliki kualitas hidup yang baik.
Program tersebut hendaknya menjadi perhatian bagi setiap perusahaan di Indonesia, yang sampai saat ini masih banyak yang belum aware dengan isu mental health. Begitu juga dengan tingkat stres yang tinggi karena tekanan kerja yang berlebih. Khususnya bagi karyawan Gen Z yang saat ini sudah mulai membanjiri dunia kerja.
Hasil survey terbaru Health on Demand 2023 terhadap lebih dari 5.200 karyawan di Asia, menunjukkan kalau karyawan Gen Z cenderung mengalami masalah mental health dan insecure di lingkungan kerjanya. Ini bisa menjadi acuan bagi para perusahaan untuk bersiap diri menghadapi angkatan kerja dari kalangan millenial dan Gen Z. Bagaimana merekrut, mempertahankan, dan meningkatkan kepuasan kerja mereka menjadi hal penting bagi perusahaan saat ini dan kedepan.
Gen Z cenderung menginginkan work-life balance dalam kehidupan kerjanya. Mereka menghindari permasalahan psikologis, beban kerja berlebih, stres kerja, dan kondisi insecure. Keseimbangan antara pemenuhan tuntutan pekerjaan dengan kepentingan pribadi menjadi hal yang tidak kalah penting dari “sekedar” gaji layak.
Namun, masih banyak perusahaan yang menerapkan overwork atau kerja berlebih yang tidak sesuai waktu, atasan dan lingkungan kerja yang toxic, yang tentu saja tidak sesuai dengan ekspektasi karyawan Gen Z. Maka, kebijakan dan program apa yang bisa diimplementasikan perusahaan? Bisakah diterapkan di semua perusahaan dan jenis pekerjaan?
Flexi time, reward yang menarik, fleksibilitas tempat kerja, kerja secara remote merupakan beberapa diantaranya yang sudah diterapkan perusahaan terutama di negara maju, seperti Jepang dan Amerika. Pada banyak perusahaan disana telah melakukan pengurangan jam kerja menjadi 6 jam sehari, fleksibilitas waktu dan tempat kerja, yang ditujukan untuk meningkatkan work-life balance karyawannya. Makanya sering kita dengar istilah WFH-work from home, WFC-work from cafe, bahkan WFA-work from anywhere.
Tentunya tidak semua perusahaan dan jenis pekerjaan bisa menerapkannya. Misal, tenaga medis tentu saja lebih efektif kerja full time dan WFO-work from office. Sedangkan dampak dari masalah mental health itu sendiri dirasakan baik karyawan maupun perusahaannya. Diantaranya konflik di tempat kerja, intensi keluar dari perusahaan, menurunnya kreativitas dan produktivitas karyawan. Oleh karenanya perlu diperbanyak survei dan diskusi untuk mengeksplor berbagai upaya kreatif lain guna menjaga work-life balance karyawan Gen Z.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H