Seberapa mengerikan masalah sampah di Indonesia? Kita cari jawabannya dari perspektif data.
Kita mulai dari Jakarta dan data terbaru. Perayaan malam tahun baru 2018 yang baru saja berlalu meninggalkan "oleh-oleh" sangat pelik: tumpukan sampah sebanyak 780 ton. (Detik, 1/1/2018) Hanya dalam semalam! Jumlah ini lebih besar dari tahun sebelumnya yang di kisaran 700 ton. (Kompas, 2/1/2018)
Fakta ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun, percepatan volume sampah tidak terbendung. Bagaimana dengan kecepatan penanganannya? Rasanya jauh lebih lambat, jika malah bukan stagnan.
Kita lanjutkan melihat data volume sampah di Jakarta. Setiap hari, ibu kota memproduksi 7.000 ton sampah. Bandingkan dengan kota-kota besar di Eropa yang hanya menghasilkan 2.000 ton sampah per hari. Logikanya: semakin maju sebuah kota, semakin sedikit sampahnya. Bukan sebaliknya: kemajuan kota paralel dengan penumpukan sampah.
Jadi, Jakarta baru akan dikatakan maju dan setara dengan kota-kota besar di Eropa, jika urusan pengelolaan sampahnya sudah selesai. Selama masih belum, semaju apapun infrastruktur Jakarta, tetap akan disebut mundur, selama volume sampahnya semakin besar.
Kenapa? Karena kemajuan sebuah kota termasuk didalamnya kemajuan peradabannya. Kemampuan sebuah kota mengelola sampah salah satu ciri fundamental dari peradabannya.
Sampah adalah gelombang masalah super serius yang bisa menghancurkan sebuah kota. Sebuah kota bukan hanya akan mengalami kemunduran serius jika tak finish dengan urusan sampahnya, bahkan akan musnah ditelan bencana.
Masih ingat tragedi Tempat Pembuangan Sampah Leuwigajah, Bandung pada 21 Februari 2005. Sebanyak 157 jiwa tewas dan dua kampung terhapus dari peta karena tertimpa longsor sampah. Apalah artinya kemajuan infrastruktur, jika pada akhirnya manusianya ditelan bencana sampah.
Jadi, Jakarta mungkin bisa berbangga dengan capaian kemajuan infrastrukturnya yang tak kalah dengan kota-kota besar lainnya di dunia. Namun, tidak dengan capaian peradabannya dalam hal mengelola sampah. Kota ini masih jauh tertinggal di belakang, alias tidak beradab (uncivilized).
Untuk seluruh Indonesia, data Kementerian Lingkungan Hidup da Kehutanan menyebutkan bahwa pada tahun 2016, jumlah sampah mencapai 65 juta ton. Jumlah ini naik 1 juta ton dibanding satu tahun sebelumnya.
Sebanyak 14 persennya adalah sampah plastik. Riset Jambeck (2015) mengatakan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua di dunia sebagai penghasil sampah plastik ke laut. Sampah plastik Indonesia sebesar 187,2 juta ton, sementara Cina mencapai 262,9 juta ton.