Lihat ke Halaman Asli

Fawwaz Ibrahim

Aktivis Pendidikan

Bandung, Pasar, dan Pesan dari Romo

Diperbarui: 9 Juni 2018   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pri | Ilustrasi Keberagaman

Belanja sebenarnya bukan hal yang begitu saya senangi, namun pada saat lebaran tiba, belanja menjadi kegiatan yang mau tidak mau harus dilakukan. Ketidaksukaan saya kepada belanja, semata-mata karena udara di kawasan rumah begitu dingin, tak berbeda jauh dengan kegiatan dalam mencuci piring, karena air di rumah boleh dikatakan cukup dingin.

Ada beberapa tempat berbelanja yang cukup saya sukai, bukan karena lengkap atau tempat nyaman. Tapi lebih kepada jarak yang dekat, sehingga dapat mempersingkat saya dalam merasakan udara dingin. Namun tempat tersebut tidak begitu disukai oleh Bunda, terutama pada pagi hari, Bunda lebih menyukai saya berangkat ke Pasar Terminal Dago.

Pasar tersebut hadir karena Pasar Simpang Dago yang sudah begitu padat, sehingga sering terjadi kemacetan pada pagi hari, sehingga cukup mengganggu para pengguna jalan. Namun entah sejak tahun berapa, beberapa penjual mutasi di kawasan Terminal Dago, yang berada sekitar 4 kilometer dari kawasan Simpang Dago.

Dok. Pri | Ilustrasi Pasar

Pasar Terminal Dago boleh jadi menjadi alternatif bagi saya berbelanja, kala Bunda memberikan komando. Biasanya saya tidak sendiri, ditemani oleh adik perempuan merupakan solusi terbaik baik semua.

Boleh jadi saya bagian kaum Adam yang gagap dalam tawar menawar, terlebih berada di Pasar yang begitu ramai, bisa pusing sendiri saya. Rasanya saya lebih pandai berbelanja melalui aplikasi, dari pada harus belanja secara langsung, baik ke pasar atau lainnya.

Tapi sebenarnya apabila berbelanja di tukang sayur, diri ini masih sanggup. Namun kala mendengar kata "pasar", itu rasanya bikin kikuk tidak karuan. Bahkan saya tak jarang memberikan seribu alasan, karena masih belum percaya diri, dan masih ada rasa takut-takut untuk berbelanja di pasar.

Apabila harus berbelanja sendiri ke pasar, biasanya saya membawa catatan. Catatan tersebut memuat apa yang harus dibeli, dan berapa yang harus saya beli dalam jumlah nominal uang atau berat satuan.

Dok. Pri | Ilustrasi Berbelanja Bersama

Oh iya, tempat belanja favorit ini, bukan tempat berbelanja baju. Karena saya hampir jarang, dan tidak dibiasakan oleh Ayah dan Bunda untuk membeli pakaian dan segala jenis yang baru kala lebaran tiba. Keluarga kami lebih senang menggunakan apa yang kami miliki, adapun masih layak digunakan, kenapa harus membeli sesuatu yang baru.

Kebiasaan tersebut rasanya masih saya lestarikan pada kehidupan sehari-hari, namun beberapa hari yang lalu, saya ngobrol bersama Paman, dan beliau mengatakan bahwa;

"Ada teman saya seorang Romo, beliau tidak pernah membeli pakaian baru, pun ada paling itu diberi oleh salah seorang jemaat. Romo tersebut bilang, kalau kita masih memiliki pakaian yang layak digunakan, kenapa harus beli. Saya mengganti pakaian kalau memang sudah rusak, kalau tidak, ya pakaian itu masih saya gunakan. Boleh jadi, apa yang kita lakukan tersebut dalam menyelamatkan planet ini dari kerusakan"

Saya cukup terperangah kala Paman mengutip apa yang disampaikan sang Romo, bagaimana tidak, dalam kata-kata yang disampaikan Romo tersebut, seperti terpancar cahaya kesederhanaan dan bijak dalam bergaul dengan alam. Boleh jadi ada yang memandang hal tersebut berlebihan, namun bagi saya tidak begitu adanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline