Lihat ke Halaman Asli

Fawwaz Ibrahim

Aktivis Pendidikan

Revolusi LPG untuk Indonesia

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1411228067636158508

Menarik bila kita pantau berita akhir-akhir ini terutama didaerah tempat saya tinggal bertemakan “LPG Non-Subsidi”. Ya, berita ini dengan sangat cepat mencair terkhusus kepada ibu-ibu rumah tangga dan tukang sayur. Istimewa sekali pembahasan ibu-ibu yang biasanya gosip kanan-kiri bisa hancur lebur tergerus LPG. Asumsi saya berkembang ketika saya harus melihat kenyataan bahwa selain BBM, ternyata LPG menjadi kebutuhan yang sangat penting diberbagai lini kehidupan.

Dalam kesempatan Nangkring bareng kompasiana pun banyak jawaban yang saya dapatkan. Baik jawaban yang sangat mendasar sampai jawaban yang detail tantang LPG nonsubsidi. inilah beberapa uraian yang saya dapat ambil.

Mengapa LPG menjadi sangat penting dalam lini kehidupan di Indonesia? Ibaratkan udara, LPG sudah menjadi kebutuhan setiap orang, lajang atau yang sudah berumah tangga, baik pria maupun wanita, miskin ataupun kaya, dari golongan muda sampai golongan tua, usaha kecil ataupun perusahaan. Baik dalam bentuk apapun itu LPG tapi tetap itu menjadi sesuatu yang penting dalam keseimbangan kehidupan.

Ayo kalau kita merenung sebentar, adakah orang, komunitas dan golongan yang tidak membutuhkan LPG dijaman seperti ini? Kalau dalam sudut pandang dan perenungan saya hampir semua kegiatan kita ada ketergantungannya dengan LPG. Contoh paling dekat saja, saya sangat suka makan mie ayam, nah itu mie ayam dimasak pakai apa bahan bakarnya? LPG kan?. Karena saya mahasiswa, saya lebih senang makan di warung tegal dengan porsi besar dengan harga ekonimis, lah, itu semua makanan yang ada dimasak pakai bahan bakar apa? LPG kan?.

Permasalahan yang terjadi di Indonesia adalah menyebarnya para pengguna LPG bersubsidi dikalangan yang tidak pantas untuk menerima subsidi. Inilah yang membuat PT. Pertamina (persero) merugi hingga Rp 2,81 triliun selama semester pertama tahun ini sekaligus hasil komunikasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI paska kenaikan harga di Januari 2014. Bayangkan bila ini terus terjadi, tentu BUMN ini malah menjadi perusahaan yang tidak bisa berkembang menerima keuntungan.

Walaupun sebenarnya pemerintah sudah berupaya keras untuk mengontrol ini, baik dalam program, regulasi atau apapun itu untuk menstabilkan kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan LPG. Namun kebanyakan masyarakat belum sadar akan kepantasan siapa yang berhak untuk menggunakan LPG bersubsidi. Sudah saatnya masyarakat Indonesia sadar dan malu untuk mengambil hak orang lain, karena bukan hanya merugikan negera tapi juga telah mendzolimi hak orang lain.

LPG non subsidi adalah bagi mereka yang mampu, baik secara menagerial maupun finansial. Kebergantungan akan hal yang bersubsidi membuat masyarakat terlena dengan segala yang murah, akan tetapi mereka tidak sadar bahwa ada hak yang telah mereka ambil dari orang lain. Keharusan akan sadar diri dan tidak terlena kepada hal ini tentunya harus dibangun oleh diri kita sendiri sebagai masyarakat.

Kita harus menilik kepada mereka yang tidak mampu, merea diberi subsidi karena ketidakmampuan mereka akan berbagai hal. Ibaratkan menyamakan kucing dan harimau yang jelas-jelas berbeda walau sama-sama berkumis. Dan dengan seenaknya mengambil yang lebih murah alias subsidi.

LPG bersubsidi diberikan kepada mereka yang memang tidak mampu menjangkau LPG non subsidi seperti rakyat kecil, pedagang kali lima, tukang mie ayam dorong, ketoprak dan lainnya. Juga bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah yang tidak mampu terjangkau oleh LPG non subsidi.

Bila kita melihat aturan pemerintah sebenarnya pertamina mampu untuk menaikkan harga dengan segala kewenangan yang ada, namun banyak pertimbangan akan hal ini. Walaupun begitu Pertamina melihat dari berbagai sudut pandang dalam menentukan sebuah kebijakan yang akan menentukan keberlangsungan hidup khalayak banyak.

Pertamina akan merevisi kenaikan LPG non subsidi 12 kg menjadi Rp. 1.500 per/kg, dan menjadi harga jual sekitar Rp. 8.500. Jangan kira ini harga yang mahal, karena ini adalah harga yang paling murah diantara harga negara tetangga dan bahkan tingkat Asia bahkan dunia bila kita lihat sudut pandang yang lebih luas lagi. Jadi bersyukurlah kepada Tuhan karena kita telah hidup di negara bernama Indonesia.

Farah Queen menyatakan "saya menggunakan gas 12 kg karena itu adalah hak saya, saya tidak menggunakan gas 3 kg karena itu bukan hak saya", rasanya memang kita harus belajar untuk jujur dan adil dalam bersikap untuk meraih Indonesia yang paripurna. Jadi semua jawaban ada ditangan anda dan dijawab oleh anda sendiri.

Ini hanya sedikit uraian dari apa yang terjadi, namun masihkah kita merasa pantas mengambil hak orang lain tanpa merasa berdosa? Ah, saya hanya mampu berharap kita semua mampu belajar jujur dan adil dalam bersikap agar mampu menguntungkan semua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline