Lihat ke Halaman Asli

Pelajar Kritis, Berotak atau Pemberontak?

Diperbarui: 21 Maret 2019   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

shutterstock.com

17/03/2019

Kritis berasal dari kata Yunani , kritikos yang berarti penilaian atau kearifan, dalam bentuk kata tersebut pada abad ke-18. Kali ini, mari berbincang lagi terkait lakon opportunis di dunia pendidikan. Aturan sekolah seringkali menjadi beban bagi siswa, dinilai terlalu mengikat dan mengatur hal yang sebetulnya tidak usah diatur. 

Namun apa sebetulnya makna "beban" bagi para siswa? Kebebasan mereka? Kenakalan mereka yang terus saja diomeli? Memang, kita sepakat bahwa aturan di dunia pendidikan adalah demi terciptanya kenyamanan dan efisiensi dalam pembelajaran hingga meningkatkan disiplin siswa dalam upaya menuntut ilmu.

Pemikiran kritis, terutama pada era Industri 4.0 diperlukan, maaf, sangat diperlukan. Karena di era ini, gagasan dan argumen menjadi tolak ukur kemampuan manusia dalam berkehidupan. Kita tidak lagi dinilai dari tinggi atau berototnya tubuh kita. Namun dari luasnya pengetahuan yang kita pahami dan lugasnya pemikiran yang kita miliki.

Pelajar kritis, ciri berotak atau pemberontak?

Konservatif didalam dunia pendidikan, terutama di Bumi Indonesia kerap dan marak dipertontonkan. Terlebih dengan upaya pemerintah di dalam otoritas Common & Control-nya terhadap dunia pendidikan. Yang dimana, kurikulum disusun oleh pemerintah dan upaya kontrol dilakukan oleh mereka juga. 

Kebijakan ini dikritisi oleh Vincent Ricardo di dalam kanal Youtube-nya dimana pemerintah seharusnya hanya menerapkan otoritas Claimed Control. Dimana mereka menyetujui usulan masing-masing akademisi dan mengontrol sistem pendidikan tersebut.

Sebetulnya pemikiran kritis diperlukan, oleh seluruh umat manusia. Bahkan oleh balita, bahkan oleh para bayi yang baru lahir. Mereka telah dituntut pertama kali untuk berpikir kritis tentang cara bernafas lalu berkedip, tersenyum dan yang lain sebagainya. 

Demikian pemikiran kritis para siswa tidak boleh dicap sebagai keahlian negatif. Karena hak berpikir telah dijamin dalam poin nomor lima di Teori Hak Asasi Manusia yang dipaparkan oleh John Locke dan Aristoteles yaitu kebebasan berpikir dan pers.

Kritis merupakan karakter alami didalam otak manusia, kemampuan untuk menganalisis mana yang menurut mereka benar dan mana yang menurut mereka salah. Namun bukan berarti pragmatis. Juga jiwa kritis memang selalu melekat pada pemberontak. 

Kaum Paralogi, mereka yang berpikir kritis terhadap Kaum Sophis di Athena dulu berusaha mencari celah kebusukan kekuasaan yang selalu dibela oleh pembenaran yang dipaparkan Kaum Sophis (filosof yang dibayar untuk melakukan pembenaran terhadap pembenaran)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline