Lihat ke Halaman Asli

[FSC] Tanpa Nama

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kamar, 04 Juli 2005

Pagi belumlah sepenuhnya pergi, tapi terik datang bak tak terbendung lagi. Hawa gerah, panas, dan rindu menyatu. Ya, aku rindu padamu. Rindu pada sosokmu yang selalu kutunggu. Hey, hari ini apa kabarmu? Semoga Tuhan senantiasa mendengar dan mengabulkan doaku, agar Dia selalu menjagamu. Menuntunmu menuju kearahku, dimana aku menunggumu.

Beberapa kali aku menulis surat untukmu, tapi beberapa lembar kertas surat itu pun hanya tertumpuk rapi di lemari. Tepatnya, di bawah tumpukan bajuku. Tak ada keberanian untuk menyampaikan padamu. Tak ada keberanian membiarkanmu membaca setiap jengkal tulisan dari kalbuku. Bukan, bukan karena tak mengizinkanmu tahu, tapi sungguh aku tak berani. Aku malu. Dan yang pasti, aku tak tahu alamatmu.

Rajutan kata-kataku tak seindah puisi, tak semanis prosa dan tak seberisi cerita romansa. Aku hanya menggoreskan cintaku yang sulit terlacak secara acak. Juga tentang rindu yang kadang mencekik ulu hati saat aku menerawang jauh ke depan. Tentang rajutan dan songketan benang-benang kebahagiaan denganmu. Ah… aku jadi rindu. Rindu bercengkrama dan beradu cinta denganmu. Rindu saat-saat yang belum tentu.

Apa kau juga begitu? Merinduku sambil tengok kanan kiri berharap aku ada di dekatmu? Lalu segera menggandengku dan memelukku? Ah… lagi-lagi aku malu. Sungguh aku malu membicarakanmu, tapi kamu layaknya candu. Sulit untuk ditolak, sulit untuk tidak dijadikan bahan perbincangan, antara aku dan hatiku.

Sebenarnya aku tidak tahu mesti memanggilmu bagaimana. Bahkan aku pun belum tahu namamu. Tapi aku harap kamu tak berpikir bahwa aku lancang karena telah mencintaimu.

Hey, matahari kian meninggi, hendaknya segera kusudahi rindu ini. Jika nanti kau ingin membaca surat ini, mungkin letaknya tak lagi di bawah tumpukan baju lemariku. Tapi di lemari kita. Baca semua dan kau akan tahu, bahwa aku mencintaimu sebelum aku tahu namamu.

Dari :

Yang menyiapkan sarapan pagi untukmu

Diikutsertakan dalam Event Fiksi Surat Cinta

Nomor.  239 : Fawaizzah Watie




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline