Lihat ke Halaman Asli

"Ada Ketidakadilan" di Kompasiana Nangkring Surabaya

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Mba acara kompasiana dimana ya?" "Oh, lurus saja kemudian ke kiri Mba!" "Terima kasih." Lurus terus ke kiri, nah lo belum kelihatan. "Pak…Pak, mau tanya acara kompasiana dimana ya?" "Lurus terus ke kanan!" "Terima kasih." "Oh itu dia!!" kataku dengan semangat 45. "Pak mau ikutan nangkring neh!" "Sudah daftar sebelumnya Mba?" "Sudah" "Oh, ini daftar absennya!" O..o… orang kedua yang hadir, sama persis dengan urutan saya dalam daftar tersebut. Kulihat seseorang yang berbicara di atas panggung, hmm... orang yang tidak asing bagi saya. Hanya saja dia terlihat jauh lebih muda dibanding dengan photo-photo yang selama ini saya lihat. "Pak Is……..!!!!" bayangkan sambil tangan melambai dan sedikit loncat. "Hmm….." sambil berjabat tangan "Izzaaaahh!!!" "Oh ini toh orangnya?? hmm… mungil" "Hahahahahaha….. iya Pak Is, mungil" Setelah memperkenalkan Mba Haya, temanku yang kuajak datang waktu itu, saya ngobrol-ngobrol dengan Pak Is lantaran teman-teman lain belum datang. "Pak Is, kok temen-temen banyak yang cancel ya?" "Sebenarnya acara nangkring Surabaya ini mau di batalin juga, lantaran kita nggak kebagian tempat, adanya ya di ruangan terbuka kayak gini!" Hah!! bisa nangis 7 malem neh, kataku dalem hati. "Tapi Kang Pepih bilang, gak apa-apa di tempat terbuka yang penting acaranya tidak dibatalin." Kang Pepih memang baik hati. HPku terus berdering, dari Pak Jo yang sms nanya dimana posisiku berada, Mba Alfi yang bilang datang telat, Bu Ambar yang masih di jalan karena kena macet! Ketika aku sibuk dengan HPku, Pak Is sibuk wira-wiri menyambut temen-temen yang baru datang. Ada Pak Hasyim dan Cak Lim juga. Kulihat-lihat nama yang tersemat dalam dada meraka, mencari-cari nama yang tak asing bagiku. Dan datanglah Mba Hurin Iin menyapa dan mengambil kursi disebelahku. Satu per satu mereka datang, baik yang sudah menjadi kompasianer maupun yang baru gabung di klinik registrasi. Tengok kanan kiri dan belakang tentunya, karena aku duduk di garda paling depan. Ting…. langsung lari ke belakang dan kupeluk juga cium dia! Ketawa membahana dan terdengar suara yang tak lirih,"kecil sekali kamu Zah?" Hahahahahaha……... Yups dialah si Kaki Pengelana itu yang tak lain dan tak bukan adalah Mba Ari Amhir. Kemudian datang beruntun Bu Ari Ambarwati yang kusambut dengan cipika cipiki. Datang kemudian Pak David, dan beberapa rekan lainnya. Acara berlangsung diisi dengan obrolan dan tanya jawab seputar kompasiana, kompasianers ada yang bertanya, memberikan saran/usulan, pandangan, juga komentar-komentarnya. Dan Pak Is, satu-satunya admin yang datang kala itu menjawab dan mananggapi semua yang kompasianers tanyakan atau keluh kesahkan. Mungkin lantaran diadakan di tempat terbuka dan suara yang bersaut-sautan, suasananya kurang mendukung untuk bercengkrama antara yang satu dengan yang lain, acara terasa agak membosankan. Namun kehangatan tetap terasa di sana. Bertemu dengan wajah-wajah baru, dan persahabatan baru tentunya. Sebelum acara ditutup, kami berkesempatan mengintip wajah baru kompasiana. Entah akan diluncurkan kapan, karena saya kurang menyimak! (Maap ya Pak Is ) Kemudian, disambung dengan pembagian doorprize, meskipun namaku tak muncul namun aku tetap dapet jatah doorprizenya, La iyalah secara salah satu dari 2 doorprize (tiket nonton, satu doorprize berisi 2 tiket) tersebut didapatkan oleh Mba Haya, otomatis nanti nontonnya sama aku.  Lalu dilanjutkan dengan sesi poto-poto, jepret sana jepret sini, dari senyum sampe manyun gaya yang diexspresikan para kompasianer. Oh iya, ada untungnya juga banyak kompasianers yang batal hadir dalam acara nangkring kali ini, tahu kenapa? Pin dari kain flanel yang kubuat semalam sebelumnya tidak kurang. Pas! Jadi tidak ada yang mesti ngiri kalau tidak ada yang kebagian! Untuk bapak-bapak dan mas-mas, maaf ya! Pinnya khusus buat kaum hawa.

Pembaca masih bingung dimana letak ketidakadilannya? Tenang, pasti saya jalaskan. Ketidakadilan itu ada pada isi kardus makanan itu! Loh, ini beneran, teman-teman yang nangkring di Jogjakarta dapet nasi kardusan, yang di Jakarta malah dapat nasi bebek, eh di Surabaya dapet lumpia doank (didampingi kue lapis dan kue putu ayu)! Kalau nggak percaya, tanyakan saja sama Pak David! (Maaf cuma bercanda Pak Is, tapi kalau dianggap serius ya syukur alhamdulillah, siapa tahu nanti malam dapet kiriman nasi bebek). Ada satu lagi pelajaran yang saya ambil saat pulang dari acara nangkring tersebut, yaitu Pak Polisi itu menyesatkan! Bagaimana tidak menyesatkan? Dia membuat kami (saya dan Mba Haya) sampai ngoyot di pinggir jalan. "Pak, mau tanya kalau len W itu lewatnya mana ya Pak?" tanya Mba Haya pada salah seorang Pak Polisi yang baik hati. "Len W jurusan kemana Mba?" "Dukuh Kupang" "Oh tunggu sebelah sana saja Mba!" Semenit duamenit sampai 30 menit, "kok nggak lewat-lewat ya Mba?" "Tanya sama Bang bakso saja!" "Bang len W kok nggak lewat-lewat ya?apa sudah tidak ada kalau sudah jam segini?" "Loh Mba, nunggunya di sebelah sana! kalau ditunggu di sini ya sampai besok pagi juga nggak lewat!" Dueeennggg………..weeeeeeeeeng..........weeeeeengggg............... [caption id="attachment_109259" align="aligncenter" width="500" caption="Photo dicomot dari FB si Kaki Pengelana tanpa izin"][/caption] Bagi teman-teman yang belum sempat bertukar nomor telepon, bisa hubungi Izzah/Hurin/Johan via japri untuk memudahkan pertemuan berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline