Sumber: Dinas Pendidikan Banyuwangi
Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Damsar, 2011: 8). Menelisik pengertian tersebut, menandakan jika pendidikan itu penting dan mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku seseorang. Dengan demikian, seseorang bisa menjadi pribadi yang lebih teratur dan tertata dalam kehidupannya. Dalam hal ini, pendidikan dapat dipahami sebagai proses, cara, dan perbuatan mendidik terhadap kehidupan seseorang. Proses dan cara pendidikan meliputi bagaimana seseorang menjadi dewasa, sedangkan perbuatan mendidiknya adalah melalui upaya pengajaran atau pelatihan.
Umumnya kita memahami pendidikan itu dengan sekolah. Pemahaman seperti itu ada benarnya, tetapi perlu diluruskan. Sekolah bukanlah satu-satunya tempat untuk mendapatkan ilmu. Berbagai bentuk pendidikan ada di sekitar kita, dan tidak selalu condong ke sekolah. Keluarga, adalah salah satu contohnya. Agen pendidikan yang satu ini adalah dasar dari pembentukan perilaku seorang. Kita mengetahui sesuatu itu baik atau buruk, tentu berasal dari keluarga, yaitu orangtua. Dalam keluarga, kita banyak mendapatkan pendidikan dasar yang penting untuk bekal berikutnya. Setiap orangtua di manapun pasti memiliki proses dan caranya masing-masing dalam mendidik dan mengajarkan anaknya. Sehingga, diharapkan anak-anak ini saat memasuki lingkungan yang baru, mereka tidak merasa kaget.
Tugas sekolah kemudian menjadi fasilitator bagi para orangtua. Dalam hal ini, sekolah menjadi agen kedua yang akan memberikan pengajaran secara terarah kepada calon anak didik terhadap pengembangan diri mereka. Adapun jenjang pendidikan sekolah di Indonesia, meliputi dasar, menengah, hingga tinggi. Setiap jenjang pendidikan ini memiliki keterkaitan satu sama lain, sehingga harapan besarnya adalah seseorang bisa mengalami pendewasaan secara mandiri dalam mengambil pilihan dan keputusan di hidupnya, seperti pemilihan pekerjaan.
Peran kedua dari agen di atas masih dirasa kurang efektif dan lengkap jika di tingkat atas belum diikutsertakan dalam proses pendidikan seseorang. Pendidikan juga butuh dukungan dari pihak-pihak kompeten di bidangnya, seperti pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah dalam hal ini menjadi agen ketiga yang menduduki tingkat teratas pada pelaksanaan pendidikan. Bukan hanya sebagai pelaksana, tetapi juga pengelola anggaran tiap sekolah. Sehingga, diharapkan bisa memberikan kesejahteraan pada warga sekolah, khususnya guru. Tugas guru begitu mulia dan berat, sudah berapa banyak tuntutan dan tunggakan yang mereka rasakan setiap hari. Tetapi senyum mereka tetap terasa hangat, walau berada di kondisi yang sulit seperti sekarang ini menghadapi masa Covid 19.
Pandemi Covid 19 di Indonesia merupakan masa tersulit untuk pendidikan di negeri ini, karena berdampak langsung pada kurikulum yang telah berjalan selama ini. Sehingga banyak kebijakan yang harus dirombak ulang oleh pemerintah. Semua elemen direpotkan oleh virus ini tanpa terkecuali. Melihat kondisi yang semakin tidak memungkinkan, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menjadikan rumah sebagai sekolah dengan cara daring. Agar pembelajaran daring sukses, maka penting kerja sama antar warga sekolah dan orangtua. Peran orangtua disini bertambah yaitu sebagai guru, sedangkan guru perannya tetap sama tetapi bedanya adalah media penyampaian materi.
Selama hampir tujuh bulan lamanya, proses pembelajaran daring tidak selalu berjalan lancar. Ada saja kendala yang dihadapi, khususnya terkait kuota dan medianya. Beberapa orangtua mengeluhkan pengeluaran membengkak. Guru pun juga keluhannya sama, ditambah pula susunan administrasi yang kian rumit. Sedangkan, anak didik mulai mengeluh bosan dan jenuh tidak bisa bersekolah lagi. Jelas sudah bahwa Covid 19 ini telah banyak merenggut keceriaan anak didik dan guru, serta ketenangan para orangtua. Maka, tidak dapat disalahkan bila beberapa pihak mengeluhkan adanya sistem daring. Tetapi lagi-lagi pemerintah memberikan keputusan ini bukan hanya sekedar mainan, tentu semua telah diperhitungkan untuk kesehatan bersama. Upaya menyelamatkan generasi bangsa adalah prioritas utama, walaupun terasa pahit di awal. Semoga ini adalah langkah yang baik untuk semua pihak. Agar bisa kembali ke sekolah tanpa takut dan khawatir lagi.
Kita tidak bisa menebak seberapa lama Covid 19 tinggal di Indonesia. Sebagai manusia yang diuji, sepatutnya kita menghadapi dengan semangat dan saling bergotong-royong untuk patuh mengikuti seluruh protokol kesehatan. Pola hidup kita telah banyak berubah, seperti penggunaan masker, cuci tangan, dan jaga jarak adalah hal yang biasa. Pada sektor pendidikan pun hal yang sama dilakukan, selain tidak memperbolehkan belajar di sekolah, penggunaan masker, face shield, dan jaga jarak wajib ditaati saat ada kegiatan di sekolah. Sebagai contohnya, yaitu kegiatan BAM atau Banyuwangi Ayo Mengajar yang aturannya sangat ketat. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan keceriaan dan rileksasi kembali kepada para peserta didik yang telah rindu sekolah, serta tidak lupa memberikan motivasi kepada para tenaga pendidik dan orangtua agar tidak cemas berlebihan, selalu berpikiran positif.
Kegiatan Banyuwangi Ayo Mengajar dilaksanakan hanya satu hari, yaitu pada hari/tanggal: Rabu, 29 Juli 2020. Dengan mengusung tema kelas inspiratif yang banyak melibatkan pembicara dari berbagai latar belakang profesi, baik dari dalam/luar tenaga pendidik. Kelas ini diisi dengan materi yang penuh motivasi dan inspirasi. Dengan mengusung dua materi yaitu, pokok dan khusus. Untuk materi pokok, pembicara wajib mengangkat isu Covid 19 yang sedang lagi hangat, beserta bagaimana cara pencegahannya. Lalu pokok kedua, dilanjutkan dengan pancasila beserta penerapannya. Untuk materi khususnya, pembicara diberikan kesempatan untuk membagikan cerita tentang prestasi/profesi/ketrampilan yang dimiliki. Kegiatan ini dilaksanakan di sekolah, dan bukan melalui daring. Dengan mengundang peserta yang jumlahnya dibatasi maksimal 50 orang, di antaranya: anak didik, tenaga pendidik, dan perwakilan orangtua.
Kegiatan ini tersebar hingga mencapai 400 titik lokasi mengajar, baik di kota dan desa. Sehingga, kegiatan ini juga menjadi momen bersejarah untuk Banyuwangi, atau tepatnya untuk Dinas Pendidikan Banyuwangi dalam keberhasilannya mencetak penghargaan di Muri (Museum Rekor Indonesia pada bidang pendidikan masyarakat, Pada hari itu juga menjadi hari yang menyenangkan untuk anak didik, karena mereka bisa bertemu dengan teman, walaupun waktu dan ruang dibatasi. Para guru juga turut bahagia, karena bisa melihat anak didiknya tetap sehat. BAM nyatanya bukan hanya sebagai kegiatan sampingan saja, melainkan juga menjadi kegiatan yang penuh makna dan kesan bagi semua elemen pendidikan di Banyuwangi, walaupun singkat. Momentum seperti BAM ini diharapkan bisa menumbuhkan semangat belajar anak didik di manapun itu tempatnya dengan kondisi apapun, dan bagi kita yang dewasa diharapkan supaya bisa menjadikan semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru. Saat ini bukan lagi waktunya untuk menunjuk tangan ke lain. Kini waktunya bersadar diri dan bersama-sama melakukan perbaikan sistem pendidikan dari dasarnya dulu yaitu keluarga, dan tidak selalu berpangku tangan pada guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H