Maskulinitas adalah konsep yang kompleks yang mencakup berbagai norma dan perilaku yang dianggap sebagai karakteristik khas laki-laki dalam masyarakat. Konsep ini telah dianalisis dari berbagai sudut pandang, termasuk dalam kajian gender, psikologi, dan sosiologi.
Maskulinitas dapat mencakup atribut-atribut seperti kekuatan fisik, dominasi, dan ketidakpekaan emosional, tetapi juga dapat mencakup aspek-aspek seperti kepedulian, kekuatan karakter, dan keberanian. Maskulinitas juga dapat dipahami sebagai konsep yang terus berubah seiring waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti politik, budaya, dan sejarah.
Misalnya, beberapa gerakan seperti Gerakan Pembebasan Pria dan Gerakan Hak Pria telah mempengaruhi cara maskulinitas dipahami dan diperjuangkan. Namun, penting untuk diingat bahwa konsep maskulinitas juga dapat memiliki dampak negatif, seperti ketika maskulinitas "toksik" memperkuat perilaku destruktif dan berbahaya, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan (de Boise, 2019).
Kita mungkin sering mendengar kata-kata seperti,
"Laki-laki masa cengeng?"
atau mungkin
"Kalau sering menangis bukan anak mama!
Bagi anak laki-laki, hal semacam ini sudah sering mereka dengar. Kata-kata ini sudah cukup untuk menjadi gambaran bahwa banyak anak laki-laki yang sejak kecil dididik untuk menghindari emosinya. Emosi dijadikan sesuatu yang memalukan dan menunjukkan kelemaan. Emosi hanya dilakukan oleh perempuan. Kata-kata ini melahirkan jebakan maskulinitas di masyarakat kita. Padahal sama halnya dengan perempuan, laki-laki juga memiliki emosi (Machdy, 2019). Kesulitan untuk mengungkapkan emosi, termasuk emosi negatif seperti kesedihan, kecemasan, dan kemarahan dapat berujung pada munculnya depresi.
Lalu, bagaimana gambaran depresi pada laki-laki?
Depresi pada laki-laki seringkali tidak sesuai dengan deskripsi klasik yang umumnya terkait dengan depresi. Gejalanya seringkali muncul dalam bentuk iritabilitas, kemarahan, perilaku agresif, penyalahgunaan zat, dan perilaku melarikan diri, seperti terlibat secara berlebihan dalam pekerjaan.
Laki-laki juga cenderung untuk tidak mengungkapkan masalah emosional secara verbal, namun lebih cenderung menunjukkan stres melalui perilaku, seperti bekerja lebih keras, terlibat dalam aktivitas berisiko, dan yang paling penting, mengonsumsi alkohol dan obat-obatan lainnya sebagai upaya untuk menghindari atau meredam kesadaran akan masalah yang mendasarinya (Wilhelm Am, 2011).