Lihat ke Halaman Asli

Meneropong Birokrasi Tanah Bima Pasca H. Ferry Zulkarnain

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 26 Desember 1013 merupakan hari berkabung buat rakyat di tanah Bima dan masyarakat Bima di luar daerah. Kepergian (wafatnya) H. Ferry Zulkarnain (Dae Fery) biasa disapa, membawa dampak yang serius bagi suksesi kepemimpinan di tanah Bima dan NTB pada umumnya. Sebagai Kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat di Kabupaten Bima dan menang dalam dua periode (2005-2010 s.d. 2010-2015) menjadikan beliau memiliki pengaruh yang cukup kuat, disertai kematangan dalam mengelola, berkomunikasi dan membangun kekuatan baik dalam berpolitik (sebagai ketua DPD Golkar Kab. Bima) maupun dalam mengelola birokrasi pemerintahan di Kabupaten Bima yang sekarang dilanjutkan oleh Wakil Bupati H. Syafruddin M.Nur. Berbagai terobosan dan kegiatan birokrasi pemerintahan dalam kepemimpinan H Ferry Zulkarnain kalau dilihat dalam “kacamata” birokrasi dan pandangan umum di masyarakat memang memiliki kemajuan dan perkembangan sesuai tingkat keberhasilan dan ketercapaian programnya. Dengan gaya kepemimpinan yang kharismatik, beliau dapat menata-kelola tanah Bima dengan kekuatan politik birokrasi dan dukungan penuh dari berbagai pihak khususnya para PNS yang dipimpinnya.
Dengan memakai kekuasaan “tangan dingin” ini, perlahan tapi pasti tanah Bima dengan segenap potensi yang ada didalamnya dapat “digenggam”, dikelola sesuai dengan apa yang menjadi visi, misi dan program pembangunan yang “empunya” kursi kekuasaan. Sebagai pertanyaan yang mendasar bagi kita, mampukah pemegang tongkat estavet kepemimpinan dalam hal ini Wakil Bupati Bima dapat melakukan kreasi-kreasi baru untuk melanjutkan perjalanan birokrasi yang ditinggal oleh beliau alm.H. Ferry Zulkarnain, sehingga rakyat memiliki kepercayaan penuh terhadap birokrasi yang dipimpinnya hari ini.

Terjadi friksi internal elite birokrasi

Perbedaan pandangan, baik politik dan jalan berpikir dari elit-elit birokrasi yang mengelola tanah Bima bukan hal yang baru, melainkan sudah sekian lama dan bahkan menjadi “gunung es”. Di era kepemimpinan Fersy jilid I (Ferry Zulkarnain-Usman Ak.) terjadi friksi (perbedaan) cara pandang yang sangat kasat mata baik dalam hal mengelola, memanage birokrasi pemerintahan, maupun dalam urusan-urusan rumah tangga pemerintahan daerah lainnya. Walhasil, peran wakil bupati pada masa tersebut hanya sebagai “ban serep”, pelengkap struktur birokrasi, dan cenderung dikerdilkan. Peran-peran strategis di birokrasi pemerintahan justru dialihkan ke pejabat-pejabat yang ada di bawah wakil bupati, bahkan orang diluar birokrasi yang sebenarnya tidak memiliki korelasi, kaitannya dengan tugas pokok dan fungsi birokrasi. Terjadi pergulatan kepentingan yang begitu hebat, yang akhirnya pada saat pemilukada 2010, wakil bupati H. Usman Ak. mencalonkan diri sebagai calon Bupati Bima.
Friksi di tubuh birokrasi seakan tidak pernah berhenti, dimasa fersy jilid II (Ferry-Syafruddin) terjadi pergolakan kepentingan antara elit-elit, baik di tingkat top leader, maupun di jajaran kepala dinas dan bagiannya. Adanya para pegawai negeri yang dimutasi oleh pemegang kendali birokrasi pasca pemilukada merupakan suatu pertanda, bahwa ditubuh birokrasi mengalami “pergolakan kepentingan” disertai biasnya dukungan politik terhadap pemenang pemilukada. Hal ini diperparah oleh prilaku sebagaian PNS kita di daerah cenderung “berpolitik praktis”, sebagai corong dan kekuatan penggerak politik massa, walaupun mereka bukan politisi. Hal ini bukanlah berdiri sendiri, melainkan kedudukan mereka yang rentan “dimanfaatkan” oleh penguasa-penguasa di singgasana kekuasaan yang sedang “berpesta pora” dilangit biru tanah Bima. Belum lagi prilaku “persaingan terselubung” antara pejabat-pejabat di daerah guna mendapatkan posisi strategis yang diberikan oleh “penguasa tunggal” di level daerah menambah runyam citra dan performance PNS di daerah.

Jalan keluar

Langkah tepat yang harus diambil oleh Wakil Bupati H. Syafruddin HM. Noer sekarang sebagai pengganti H. Ferry Zulkarnain adalah keluar dari arena “konflik internal” yang melanda birokrasi, seraya membangun komunikasi yang baik dengan elemen-elemen yang ada di daerah dan luar daerah. Netralitas dan profesionalitas perlu ditegakkan sebagai suatu modal dasar untuk memperbaiki penampilan birokrasi dan perangkatnya dari pejabat daerah, sampai di kecamatan dan desa-desa. Membangun komunikasi yang baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti legislatif, yudikatif, akademisi, praktisi, penggiat demokrasi, LSM, mahasiswa dan generasi muda perlu dilakukan, mengingat tantangan daerah hari ini dan kedepan semakin beragam. Posisi dan kedudukan sebagai kepala daerah tidak lagi bersandar pada menara gading, melainkan harus berdiri dan duduk di tengah-tengah kepentingan rakyat, yang mana hari demi hari membutuhkan kreasi-kreasi baru menuju perubahan kearah lebih baik dan signifikan. Intinya, birokrasi di tanah Bima pada hari ini harus berusaha untuk membuka “mata, telinga dan hati” dalam mendengar apa yang diinginkan oleh rakyatnya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya. Tidak boleh lagi ada tipologi dan prilaku birokrasi yang “dipertuan-agungkan” dalam mengelola pembangunan daerah, agar supaya rakyat dan pemerintahnya bisa bersama-sama membangun tanah Bima selangkah lebih maju dengan daerah-daerah lainnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline