Lihat ke Halaman Asli

Fauziah

Serenity

Muhasabah Okay, Galau No Way!

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktifitas yang padat dan bermacam tekanan dalam hidup sering membuat kita merasa kelelahan. Strees, galau atau apapun istilahnya menjadi akibat yang harus ditanggung. Ya begitulah hidup, ada saat-saat menyenangkan yang di harapkan semua orang dan ada saat kesedihan datang yang kedatangannya samasekali tidak diinginkan. Akhirnya apa? “Mengeluh” itu yang selalu terjadi berulang-ulang pada kita.

Ada hal yang membuat kita berbeda antara satu dengan yang lain yaitu bagaimana cara kita menghadapinya. Ada yang memilih untuk mengeluh dan mengeluh tanpa henti. Padahal setiap keluhan itu tidak memberi sedikitpun manfaat. Yang ada, hati akan terasa semakin sempit, sesak dan tidak nyaman. Selanjutnya yang dilakukan adalah mencari-cari siapa dan apa yang bisa di salahkan. Tudingan-tudingan terhadap orang lainpun dilemparkan begitu saja, “gara-gara dia nih?”, “gara-gara itu tuh?”. “Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila ia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah.” (QS. Al-Ma’arij: 19-20)

Sangat rugilah menjadi bagian dari manusia yang bersifat begini. Mereka tidak akan pernah merasakan indahnya kehidupan. Yang ada di dalam benak mereka hidup adalah derita yang tiada akhir. Jadilah mereka manusia yang merusak kehidupannya sendiri dan bahkan kehidupan orang lain.

Sebaliknya, ada sebagian orang yang memilih untuk merenungi lagi apa yang mereka alami. Semua yang terjadi dalam kehidupan kita tidak terlepas dari apa yang kita lakukan (prilaku kita). Tidak akan ada keluh kesah jika yang kita lakukan adalah hal yang kita sukai, cintai dan nikmati.

Ketika hal yang tidak diinginkan terjadi maka kembali lagi kepada suatu hal; “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa) Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa dan kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami;dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. ” (QS. Al-Baqarah: 286)

Manusia beriman memiliki seni dalam mentafakuri hidupnya. Selalu bermuhasabah (introspeksi diri) dengan pertanyaan apa yang telah dilakukannya? Apa itu bermanfaat atau malah menganiaya orang lain? Dan kemudian meminta kepada Tuhannya keampunan dan terpelihara dari kemaksiatan yang selalu mengintai. Sedikit renungan untuk diri sendiri menyambut Jum’at penuh berkah.

Fauziah Humaira

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline