Lihat ke Halaman Asli

Fauziah

Serenity

Perbaiki Hati untuk Kebaikan Diri

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkataanadalah cerminan kepribadian seseorang. Teko selalu mengeluarkan apa yang terisi di dalamnya. Mustahil teko yang berisi air putih bisa megeluarkan madu atau susu. Lalu teko yang berisi air kopi mengeluarkan jus. Begitu juga dengan perkataan. Bisa jadi sekali dua kali masih bisa di buat-buat untuk menutupi dan menyembunyikan siapa diri kita sebenarnya. Lambat laun pada saatnya pasti akan ketauan juga. Kepribadian tidak bisa dibuat-buat karena ia melekat dalam diri kita.

Cerminan kepribadian selanjutnya adalah perbuatan. Orang yang buruk perangainya pasti bertingkah laku buruk pula. Sehebat apapun dia berakting. Yakinlah pada saat tertentu dia pasti merasakan kelelahan. Lelah dengan kepura-puraannya. Lelah dengan kebhongan yang di ciptakannya.

Berusaha untuk memperbaiki perkataan dan perbuatan sebuah usaha yang sangat mulia. Belajar memperbaiki diri agar lebih bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain. Begitulah salah satu ciri orang yang beriman. Selalu belajar untuk memberikan yang terbaik untuk dirinya, saudaranya, negaranya dan yang paling utama adalah agamanya.

Untuk menunjukkan eksistensinya sebagai manusia yang berilmu dan beragama, memperbaiki perkataan dan perbuatan tidaklah cukup. Karena ada satu hal lain yang harus diperbaiki untuk memperbaiki yang dua itu tadi yaitu hati. Ya memperbaiki hati. Apakah hatinya rusak sehingga harus diperbaiki? Ya tentu saja, hati itu sangat sensitif. Banyak sekali hal kecil di sekitar kita yang bisa membuat hati kita rusak. Misalkan saja buruk sangka kepada orang lain. Mungkin saja orang lain tidak ada yang tahu tentang ini. Tapi tetap saja prasangka buruk itu akan mengotori hati.

Manusia sangat cinta dengan kebersihan dan tidak suka dengan sesuatu yang kotor. Tentu saja karena kotoran yang di biarkan lama tanpa dibersihkan akan membuat kerusakan. Jika hati kita terkotori dan tidak segera di bersihkan, bukan tidak mungkin hati kita akan rusak dengannya.

Seperti kata Rasul kita yang amanah: “... ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging, jika ia baik, baiklah jasad seluruhnya; jika ia rusak, rusaklah jasad seluruhnya. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu adalah hati.” (HR. Bukhari & Muslim)

Perkataan siapa lagi yang lebih benar? Siapa lagi yang bisa kita teladani kalau bukan manusia yang suci hatinya, yang di berikan jaminan surga oleh TuhanNya?

Tidak diragukan lagi, hatilah yang akhirnya mewakili semuanya. Jika kita berkomitmen memperbaiki hati. Maka perkataan dan perbuatan akan menjadi cerminan baginya. Tidak akan pernah ada kelelahan karena mengharap penghargaan ataupun pujian dari makhluk di dunia. Seperti halnya barang kesayangan yang kita miliki. Kita akan menjaga dan selalu membersihkan barang kesayangan kita untuk menjaga barang kita tetap bagus dan awet. Begitu juga seharusnya yang kita lakukan dengan hati kita. Selalu membersihkannya agar tetap terjaga dan tidak membiarkan rusak begitu saja.

Perbaiki hati setiap saat untuk memperbaiki kualitas diri adalah cerminan muslim sejati. Ayuk saling menasehati bukan malah saling mengobarkan api kebencian yang menggorogoti hati. Saling mendoakan semoga hari ini lebih baik dari kemarin.

Fauziah Humaira

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline