Lihat ke Halaman Asli

fauziah

penulis segala hal

Karhutla Terus Berulang, Mengapa?

Diperbarui: 8 Juli 2023   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi. Cuaca panas membuat semak belukar dan pepohonan mengering. Sedikit pemantik panas akan mudah sekali membakar, apalagi bila memang sengaja dibakar untuk persiapan lahan.   Berdasarkan informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) bahwa luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalsel mencapai 233 hektar dengan titik api mencapai 2.558 titik, menyebar di 13 kabupaten kota. (Antara 5/7/23).

Tentu karhutla ini memberikan dampak yang buruk. Polusi udara akibat asap karhutla sangat membahayakan pernafasan manusia. Anak-anak yang biasa bermain di luar akan menghirup udara yang kotor akhirnya menjadi penyakit pada paru-parunya.

Bila karhutla semakin meluas bisa jadi akan berdampak pada pemukiman warga. Ini harus benar-benar dijaga, jangan sampai memakan korban jiwa.

Selain itu akibat asap dari karhutla membuat jarak pandang dalam lalu lintas darat bahkan di udara akan membahayakan bagi penerbangan. Dan bukan tidak mungkin udara yang bergerak bebas membuat negara tetangga terdekat juga komplain dengan kabut asap yang juga menimpa negaranya, seperti kebakaran hebat 2015 yang lampau.

Lantas apa yang menjadi penyebab karhutla yang terjadi hampir setiap tahun ? Faktor alam dan manusia menjadi dua faktor penyebab terjadi karhutla. Ketika musim kemarau, suhu udara yang tinggi membuat bahan bakar (istilah karhutla) terjadinya api semakin meningkat, dimana daun dan ranting kering adalah bahan bakar yang sangat mudah terbakar.  Maka kewaspadaan dari masyarakat dan aparat berwenang sangat diperlukan bila terjadi karhutla.

Faktor manusia dalam hal ini kesadaran untuk menjaga lingkungan menjadi pekerjaan rumah bagi kita.  Memang membuka lahan dengan teknik dibakar itu sangat mudah dan murah, kita cukup 1 batang korek api dalam hitungan detik api besar akan melahap semua daun, semak, ranting, dahan bahkan pohon yang kering.

Di Indonesia dalam Undang-Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) nomor 32 tahun 2009, membuka lahan dengan persyaratan tertentu masih diperbolehkan, yaitu masyarakat yang membuka lahan maksimal 2 hektar untuk ditanami varietas lokal.  Dan khusus untuk pelaku usaha perkebunan dilarang membuka atau mengolah lahan dengan pembakaran berdasarkan UU perkebunan no 18 tahun 2004.

Namun fakta di lapangan masih banyak terjadi pembukaan lahan dengan pembakaran, seperti yang terjadi di Kecamatan Landasan Ulin Banjarbaru, pelaku membersihkan tanah kavlingnya dengan dibakar dan ditinggalkan sehingga meluas dan sulit dikendalikan.  (Kompas.com 28/06/23)

Kebakaran hutan di Kawasan suaka Margasatwa  Giam Siak Kecil  Riau, diduga dibakar untuk perluasan lahan kebun sawit, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Balai Besar KSDA Riau, Genman  S Hasibuan. (Media Indonesia 22/06/23).

Mengendalikan faktor alam dan manusia ini semakin sulit dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Mengapa ? karena dalam sistem ini semua diukur dari kacamata bisnis.  Bila membuka lahan dengan cara dibakar lebih murah, apapun efek buruknya bagi manusia tak dihiraukan.

Kita semua sudah merasakan akibat dahsyat karhutla tahun 2015, negara nyaris lumpuh, terutama di Kalimantan dan Sumatera. Kabut asap menyesakkan dada, banyak korban berjatuhan. Anak-anak  sampai diliburkan sekolah. Penerbangan harus ditunda bahkan dibatalkan, daripada membawa korban jiwa akibat jarang pandang yang tak memenuhi syarat penerbangan bila dipaksakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline