Lihat ke Halaman Asli

Tidak Ada yang Salah Ketika Anak Suka Bermain (Part 2)

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bagi sebagian orang tua, mereka akan cemas jika melihat anak-anaknya lebih mementingkan bermain dari pada belajar. Mereka akan beranggapan bahwa keturunan mereka tidak akan menjadi anak-anak yang berprestasi dibidang akademik. Kecemasan itu yang kemudian akan membawa para orang tua menyusun jadwal aktivitas anak dengan berbagai les privat ataupun latihan-latihan ektrakulikuler. Lalu kapan anak-anak akan berada pada "dunia" nya? Pertanyaan itu yang kemudian bisa mewakili anak-anak agar dapat diperlakukan dengan semestinya.

Anak adalah individual yang sangat berbeda, mereka harus diperlakukan secara berbeda pula. Ketika pola pengasuhan pada anak kurang tepat, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak sesuai dengan harapan.

Belajar bukan suatu perbuatan yang salah untuk dikenalkan pada anak. Belajar juga merupakan sesuatu yang penting bagi masa depannya kelak. Akan tetapi, belajar akan menjadi sebuah tindakan yang sia-sia jika tidak tepat pada waktunya.

Mungkin bagi sebagian orang bermain dipandang sebagai aktivitas yang tidak menimbulkan dampak positif bagi seseorang terutama bagi anak-anak yang "dicetak" untuk berprestasi. Bermain juga dianggap sebagai aktivitas untuk merefresh pikiran saja. Tapi bagi anak-anak, ketika mereka di izinkan untuk bermain maka waktu itulah yang mereka anggap paling berharga dan menyenangkan. Karena, nasa anak-anak merupakan masa bermain-main tanpa harus memikirkan bagaimana cara mereka untuk mendapatkan peringkat dikelas.

Semakin berkembangnya zaman, anak-anak juga dirasakan perlu untuk mengetahui beberapa ilmu pengetahuan. Tentu tidak akan menjadi masalah jika tuntutan itu juga diseimbangkan dengan kebutuhan perkembangan anak. Oleh sebab itu, model bermain sambil belajar, ataupun belajar sambil bermain yang kemudian menjadi terobosan baru bagi sebagian orang tua atau guru untuk diterapkan di rumah juga di sekolah.

Proses pembelajaran pada PAUD pada umumnya dilandasi oleh dua teori belajar, yaitubehaviorisme dan konstruktivisme. Aliran behaviorisme menekankan pada hasil dari proses belajar, dan aliran konstruktivisme menekankan pada proses belajar.

1.Teori Belajar Behaviorisme

Menurut Conny (2002) Behaviorisme adalah aliran psikologi yang memandang bahwa manusia belajar dipengaruhi oleh lingkungan. Belajar menurut teori ini merupakan perubahan perilaku yang terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat mekanis.

Thorndike, mengemukakan bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus dalam hal ini dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berwujud sesuatu yang kongkret yang tidak bias diamati.

Watson, stimulus dan respon tersebut memang harus dapat diamati, meskipun perubahan yang tidak dapat diamati seperti perubahan mental itu penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut sudah terjadi apa belum.[1]

2.Teori Belajar Konstruktivisme

Bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Dalam prakteknya teori ini antara lain terwujud dalam tahap-tahap perkembangan dikemukakan oleh Jean Peaget dengan belajar bermakna dan belajar penemuan secara bebas oleh Jerome Bruner.

[1] Isjoni. Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Hlm. 74-75

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline