Perjumpaan saya dengan tukang sol sepatu sore itu sedikit membuka cakrawala fikiran ini, bahwa apapun jenis pekerjaan yang mereka ambil ,pasti tersimpan sebuah prinsip di dalamnya, demi menghargai setiap pekerjaan yang mereka lakoni.
Sembari menunggu sepatuku selesai dikerjakannya,aku duduk-duduk di pinggir jalan.
“mbak sekarang kelas berapa ?” Tanya nya kala itu memecah kebisuan.
“baru keluar dari Aliyah ini pak” sahutku
“terus melanjutkan kemana mbak?”
“insyaalloh ke Surabaya”
“kerja?”
“engga lah pak, melanjutkan sekolah. Mau ambil psikologi saya pak” sahut saya sambil tersenyum. Saat itu,langsung terlintas di fikiran bahwa ia bukan sekedar seorang sol sepatu.
Perbincangan kami berlanjut ,ternyata ia mengenal orang tua saya.
“sekarang mereka itu kuliah pada ngebet untuk cari kerja ya mbak?” nah,ini dia. Bahkan ia pun mulai terlihat seperti pengamat,fikir saya kala itu.
“iya pak. Kasihan. Andai saja mereka kuliah karena suka dan bukan sekedar untuk memburu pekerjaan, pasti kalaupun nanti tak mendapat pekerjaan ya mungkin ngga menyesal banget pak, apalagi sampai menganggap kuliah nya sia-sia dan Cuma buang duit saja.” Lagak sayapun mulai seperti kritikus.
“nah betul banget itu mbak. Emm…..Istri saya guru mbak “
kali ini ia mulai bercerita tentang istrinya, dan inilah awal mula merasa takjub dan heran takjub dengan prinsip yang ia pegang.
“istri saya guru sepanjang masa mbak.”
Saya sedikit mengernyit,dan kelihatannya ia langsung faham.
“hehe ..itu lho mbak, guru PAUD. Iya toh ?? bahkan sampai murid-muridnya yang sudah tua pun, guru PAUD tetap diingat mbak. Penghargaannya itu lho mbak, melebihi guru SD,SMP atau SMA”, ceritanya dengan senyum semakin mengembang.
“wah, iya pak. saya masih inget betul guru TK saya pak. sebenarnya orang tua juga pengen anak-anaknya jadi guru PNS semua pak, tapi kami –saya dan adik- kayanya ga ada yang minat.hehe”
“ya ga papa mbak. Tapi nanti mbak bisa nyoba di yayasan tempat istri saya bekerja. Lumayan lho mbak gajinya. 70 juta.” Katanya mendadak serius. saya sedikit terkejut.
“beneran pak ? itu perbulannya?”
“Iya mbak. Perbulannya 70 juta. Lumayan kan mbak??”
Raut wajah nya pun semakin tambah serius dan kami terdiam, cukup lama. Antara percaya dan tidak, saya tak tau lagi harus berkata dan bersikap bagaimana selain tercenung. Bagaimana mungkin istrinya yang dengan gaji 70 juta itu tapi ia tetep menjadi tukang sol ?? saya benar-benar tak habis fikir.
Namun tiba-tiba ia terkekeh, “70.000 yang diberikan perbulannya mbak, sisanya nanti,buat tabungan di akhirat”
saya tertegun,kali ini lebih terkejut dari yang sudah-sudah, bahkan untuk sekedar mengimbangi kekehannya. Untungnya sepatu saya sudah selesai. Bukan karena tak betah diajak bicara terus, tapi saya merasa segera perlu media untuk menuangkan pengalaman ini.
“insyaalloh pak,doa nya saja. Mari pak…” sahutku dan segera beranjak.
Apa yang tertulis diatas mungkin hanya sekedar obrolan saja dan apa yang ia ucapkan akan serta-merta membuat yang mendengar terpana, tertegun, tidak percaya, dan entah ekspresi tak percaya lainnya. Sama seperti respon saya, tanpa menggeneralisir banyak orang disekitar kita yang memaknai pendapat hanya sejumlah nominal yang diterimanya. Banyak pula yang tak sadar, sekedar lupa atau sejenisnya, bahwa yang tertera entah di amplop gaji, cek , atau bahkan di atas uang itu hanyalah deretan angka yang hanya akan bisa ditukar dengan sesuatu sekali jalan.
Tentu saja ada banyak hal diluar dunia fikir kita, yang tak bisa dihitung dengan nominal uang. Termasuk bagaimana tuhan yang tak pernah ingkar akan janjinya, bahwa segala kebaikan di dunia akan Ia gandakan 10x lipat. Dan tukang sol sepatu itupun meyakini itu, bahwa Tuhan pasti tak akan ingkar. Lalu, kebaikan apa yang ia lakukan? Mungkin cukup dengan ber-baik sangka , terlebih kepada Tuhan , dengan penghasilannya sebagai tukang sol dan 70.000 gaji istrinya, Tuhan pasti akan menghidupi keluarganya.
Sedikit banyak pengalaman itu merubah hidup saya, perlahan untuk memahami tentang altruism. Saya yang sedang menjalani ilmu psikologi, yakin untuk setiap kehadiran, untuk setiap telinga, untuk setiap mata, akan menghadirkan makna lebih dari apapun. Bahkan tanpa sodoran uang. Bantuan atau apapun itu, tak perlu harus dinominalkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H