Lihat ke Halaman Asli

Memetik Hikmah dari Seekor Ulat dan Belatung

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahluk tuhan yang satu ini memang membuat sebagian orang merasa jijik. Bahkan ulat kadangkala menjadi musuh bagi para petani karena olehnya, tanaman yang tengah ditunggu hasilnya bisa mengalami gagal panen. Tetapi, tuhan tidak akan menciptakan sesuatu yang tidak bermanfaat. Segala yang dibuatnya pasti ada hikmah yang selalu bisa kita ambil sebagai pelajaran hidup jika kita berpikir.

Barangkali perlu diketahui, seekor ulat hanya akan memakan segala sesuatu yang bermanfaat baginya. Meskipun kadangkala terlihat rakus (berlebihan) ketika memakan deduanan, sampai-sampai badannya menjadi gemuk. Tetapi setelah itu, ia bermetamorfosis menjadi sebuah kepompong yang dalam beberapa hari kemudian lahirlah seekor kupu-kupu yang cantik dan tidak lagi menjijikan seperti sebelumnya. Waktu menjadi kupu-kupu, ia kembali memakan sesuatu yang baik, yakni berupa sari madu dari bunga dan ia membantu bunga dalam proses penyerbukan.

Lain hal lagi dengan seekor belatung. Selain sama menjijikannya dengan ulat, seekor belatung akan memakan hal-hal yang barangkali menurut manusia adalah barang yang menjijikan, seperti salah satunya bangkai. Ia pun mengalami metamorfosis yang kemudian menjadi lalat. Bayangkan, ketika ia telah berubah menjadi seekor lalat, tidak hanya membuat orang jijik tetapi juga waspada terhadap dampak apa yang akan ditimbulkannya. Pada saat lalat terbang, ia hinggap tidak hanya disatu benda melainkan ke beberapa benda lain. Saat hinggap, kadangkala ia menyerap sari-sari yang ada dibenda tersebut, tak terkecuali, maaf “kotoran” binatang atau manusia. Seringkali lalat juga hinggap di makanan yang akan atau sedang kita makan padahal kita tidak tahu pasti, sebelumnya ia telah hinggap dimana?

Kedua hal tersebut barangkali cukup untuk kita mengambil sebuah pelajaran. ketika saat ini seorang muslim sedang menjani puasa dibulan ramadan, bulan penuh keberkahan. Betapa Allah swt. sebagai pencipta seluruh alam sedang membukakan pintu taubat selebar-lebarnya dan memberikan segala keberkahan di dalamnya bagi hamba-hambanya. Momen ramadhan, jika diilustrasikan dengan dua perumpamaan di atas maka akan terlihat ketika orang melakukan ibdah puasa maka tidak hanya artibut atau segala seseuatu yang haram yang harus ditinggalkan jika ingin dekat dengannya dan diampuni segala dosanya tetapi yang halal pun oleh umatnya harus ditahan untuk dilakukan sementara waktu demi memperoleh ridhonya.

Pada saat seseorang melakukan ibdah puasa di bulan ramadahan, ia berharap mendapatkan kemengan dan kembali suci setalah berperang selama tiga puluh hari. Dari perumpamaan seekor ulat, ia selalu memakan hal baik, kemudian ia berubah menjadi kepompong dan beberapa hari kemudian lahirlah seekor kupu-kupu yang cantik. Bagitupun dengan puasa, ia memakan hal-hal yang baik bahkan terbaik untuk dirinya yang kemudian akan menjadikannya berubah yang menjadikannya makhluk baru yang membawa dan menebarkan manfaat diamanapun ia berpijak. Ia makan segala seseuatu yang baik dan mati dalam keadaan yang indah. Sejatinya manusia ketika melakukan ibadah puasa di bulan ramadhan, barangkali sejatinya ingin seperti seekor kupu-kupu, yakni menjadi pribadi yang lebih baik.

Sedangkan pada seekor belatung, awalnya memang sama jijiknya dengan seekor ulat. Tetapi ketika ia melakukan perjuangan untuk berubah ternyata perubahannya tidak secantik dan bermanfaat seperti seekor kupu-kupu. Lalat menjadi seekor binatang yang ketika kemanapun ia pergi, lingkungan tidak mengingankan kedatangannya karena ia hanya akan membawa keburukan dari apa yang dilakukannya. Ini ibaratkan manusia yang ingin berubah tetapi ia tidak serta merta meninggalkan segala atribut dan perbuatan dalam dan oleh dirinya yang jelas diharamkan oleh tuhan. Akhirnya pun tetap menjadi seorang yang tidak bermanfaat bahkan lebih ekstrem ia tidak diterima oleh lingkungannya. Singkatnya, segala sesuatu dimanapaun, kapanpun dan darimanapun dapat kita jadikan pelajaran untuk diambil hikmahnya. Keberasan tuhan meliputi segala sesuatu yang telah dibuatnya, iman kita akan bertambah ketika menyadari tanda-tanda kebesarannya dan itu hanya akan dapat dipetik oleh orang-orang yang berpikir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline