Lihat ke Halaman Asli

41520010219 - Diskursus David Hume: Pemahaman Filosofis terhadap Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

Diperbarui: 15 Desember 2023   14:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Kejahatan korupsi, sebagai permasalahan sosial yang merajalela di banyak negara termasuk Indonesia, terus menjadi fokus utama dalam upaya pemberantasan kejahatan. Dalam menghadapi fenomena yang kompleks ini, pandangan filosofis dari tokoh seperti David Hume dapat memberikan wawasan yang mendalam terkait permasalahan moral dan kejahatan korupsi.


Memahami Korupsi Melalui Lensa Humean

David Hume, seorang filosof Skotlandia pada abad ke-18, dikenal karena kontribusinya dalam bidang etika dan filosofi moral. Salah satu aspek penting dari pemikiran Hume adalah pandangannya tentang sifat manusia dan asal mula nilai-nilai moral. 

Teori Hume tentang moralitas menyajikan pemahaman yang menarik terkait dengan perbuatan korupsi. Hume melihat bahwa manusia secara alami memiliki naluri empati dan simpati terhadap sesama. Namun, ia juga mengakui adanya nafsu dan kepentingan pribadi yang dapat mempengaruhi perilaku manusia.

Dalam konteks korupsi, pandangan ini dapat diaplikasikan dengan melihat bagaimana kepentingan pribadi, seperti keserakahan atau keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi, dapat merusak kebijaksanaan moral.

Menghubungkan pemikiran Hume dengan fenomena korupsi di Indonesia, kita dapat melihat adanya kesenjangan antara pengetahuan moral yang dimiliki individu dan tindakan korupsi yang dilakukannya. 

Banyak pelaku korupsi di Indonesia adalah orang-orang berpendidikan tinggi, memiliki pemahaman tentang nilai moral dan agama, namun terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan masyarakat. Masalah utama terletak pada ketidakmampuan untuk mengintegrasikan pengetahuan moral dalam pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan pandangan Hume tentang hubungan kompleks antara emosi dan akal budi dalam mengarahkan perilaku manusia.

Menghadapi permasalahan korupsi, solusi berbasis pada pemikiran Hume dapat menjadi landasan yang berharga. Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan adalah:


Pendidikan dan Kesadaran Moral
*Pendidikan Moral yang Berkelanjutan: Merancang program pendidikan yang tidak hanya mengajarkan nilai-nilai moral, tetapi juga mendorong refleksi dan pemahaman mendalam tentang bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Penegakan Hukum yang Konsisten
*Penegakan Hukum yang Adil dan Tegas: Membuat hukuman yang tegas dan konsisten bagi pelaku korupsi tanpa memandang status sosial, politik, atau ekonomi.
Budaya Organisasi yang Menghargai Integritas
*Pembentukan Budaya yang Menjunjung Tinggi Integritas: Mendorong adopsi nilai-nilai integritas dalam organisasi melalui kebijakan, penghargaan, dan keteladanan dari para pemimpin.
Peran Aktif Masyarakat Sipil
*Peran Masyarakat dalam Pengawasan dan Pelaporan: Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan praktik korupsi.
Sanksi Sosial dan Kesadaran Pribadi
*Pengenalan Sanksi Sosial: Memahami dan menekankan dampak sosial negatif dari korupsi, serta memperkuat kesadaran akan tanggung jawab moral individu.
Penguatan Institusi Anti-Korupsi
*Penguatan Lembaga-Lembaga Anti-Korupsi: Melalui peningkatan kapasitas dan dukungan penuh, lembaga-lembaga ini dapat memainkan peran yang lebih efektif dalam pemberantasan korupsi.

Penerapan konsep Hume dalam konteks korupsi di Indonesia memerlukan langkah-langkah yang terstruktur dan terkoordinasi dengan baik. Pengintegrasian nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam pendidikan maupun tindakan nyata, menjadi kunci untuk mengatasi kesenjangan antara pengetahuan dan tindakan.

Peran Pendidikan dan Kesadaran

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline