Lihat ke Halaman Asli

Lika-liku di Balik Konsep Moderasi Beragama yang Tengah Dikampanyekan oleh Pemerintah

Diperbarui: 6 November 2023   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Seperti yang kita ketahui, bangsa Indonesia terdiri berdasarkan keberagamannya, mulai dari suku, agama, ras, dan antar golongan. Runtuhnya rezim orde baru memberikan perubahan yang cukup signifikan bagi sistem pemerintahan, salah satu perubahan tersebut adalah sistem pemilihan presiden dan wakil presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat pada tahun 2004. 

Perubahan sistem pemilihan yang awalnya memiliki tujuan yang baik perlahan memberikan dampak yang buruk kepada masyarakat, seperti agama yang dijadikan sebagai komoditas politik untuk meraih suara bagi calon pejabat publik. Dengan adanya cara licik tersebut, seringkali kita melihat terjadinya gesekan yang terjadi antar umat beragama. Tak hanya itu gesekan yang terjadi di masyarakat juga membuat sentimen individu atau kelompok terhadap perbedaan cukup tajam, sehingga masyarakat semakin mudah terpancing kepada sesuatu yang bersangkutan dengan agama yang dianut.     

Melihat polarisasi terjadi di masyarakat cukup tinggi, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama mulai berupaya untuk mengkampanyekan konsep keberagaman melalui sudut pandang agama dengan tujuan sebagai jalan keluar terjadinya polarisasi bergama, konsep keberagaman tersebut disebut dengan moderasi beragama. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) moderasi memiliki arti pengurangan kekerasan atau penghindaran akan keekstriman, sehingga secara umum moderasi beragama adalah suatu sikap seseorang dengan kadar kecukupan atau tidak berlebihan dalam praktik keagamaan. 

Menurut Kementerian Agama sendiri, moderasi beragama merupakan sebuah konsep perekat antara semangat beragama dan komitmen berbangsa dengan memuat beberapa pesan dasar, seperti (1) Memajukan kehidupan umat manusia, (2) Menjunjung tinggi keadaban mulia, (3) Menghormati harkat martabat kemanusiaan, (4) Memperkuat nilai moderat, (5) Mewujudkan perdamaian, (6) Menghargai kemajemukan, dan (7) Menaati komitmen berbangsa. Dalam pelaksanaannya, moderasi beragama didasari dengan empat indikator utama, yakni Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Anti Kekerasan, dan Penerimaan terhadap Tradisi.

Seiring berjalannya waktu, moderasi beragama diupayakan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama memiliki berbagai hambatan dalam pelaksanaannya. Hal demikian lantaran terdapat beberapa kebijakan atau statement yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama dianggap cenderung atau memihak kepada salah satu organisasi masyarakat islam yang ada di Indonesia, seperti contohnya yaitu pada pemilihan Menteri Agama di era kepemimpinan Joko Widodo yang hanya berasal dari salah satu organisasi masyarakat islam yakni Nahdlatul Ulama seperti pemilihan Lukman Hakim Syaifuddin pada tahun 2014 dan KH. Yaqut Cholil Qoumas pada tahun 2019 yang mana kedua menteri tersebut merupakan tokoh dari kalangan organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama. Tak hanya itu, adanya sikap kekecewaan yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama pada pengangkatan Jenderal (Purn TNI) Fachrul Razi sebagai Menteri Agama membuat masyarakat semakin berspekulasi bahwa Kementerian Agama hanya condong kepada salah satu pihak saja. 

Kondisi demikian semakin diperkeruh dengan adanya perubahan logo sertifikasi halal dengan berbentuk sebuah gunungan wayang, yang mana hal demikian dianggap tidak mengandung unsur keagamaan oleh sebagian masyarakat. Adanya kebijakan tersebut menimbulkan perdebatan serta menuai aksi protes di kalangan masyarakat, terlebih bagi organisasi masyarakat islam lainnya yang merasa logo tersebut tidak merepresentasikan agama islam. 

Walaupun bentuk logo sertifikasi halal didasari oleh nilai kearifan lokal bangsa Indonesia, penolakan oleh berbagai organisasi masyarakat islam tersebut menganggap bahwa pemilihan bentuk logo tidak merepresentasikan kearifan lokal bangsa Indonesia secara menyeluruh, melainkan hanya menggambarkan salah satu suku di Indonesia. Selain itu, adanya perubahan logo yang awalnya merupakan wewenang Majelis Ulama Indonesia berubah menjadi wewenang Kementerian Agama membuat kepercayaan masyarakat terhadap konsep moderasi beragama secara perlahan semakin menurun. 

Adanya berbagai kebijakan serta statement yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI yang dianggap bertolak belakang dengan konsep moderasi beragama yang dicanangkan oleh Kementerian Agama. Hal tersebut perlahan membuat polemik serta persoalan tersendiri dikalangan umat beragama, terutama umat islam itu sendiri. 

Dengan adanya kecenderungan atau tendensi kepada salah satu pihak atau elemen membuat beberapa kelompok atau organisasi masyarakat islam lainnya merasa terasingkan dan tidak diperhatikan. Terlebih, konsep moderasi beragama yang awalnya memiliki tujuan untuk menyatukan umat beragama ternyata secara pelaksanaan belum bisa menyatukan umat sesama agama secara maksimal. 

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa alangkah bijaknya jika pemerintah melakukan koordinasi serta diskusi dengan umat sesama agama yang berada di Indonesia agar sentimen tentang konsep moderasi beragama dapat diredam dan berjalan sesuai rencana, mengingat masyarakat Indonesia yang beragam baik dari segi sosial, budaya, dan agama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline