Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Fauzan Ilham

Psychology Student | Content Writer | Personal Growth

Apa Itu Perilaku Doomscrolling?

Diperbarui: 12 Juni 2023   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: Edit in Canva

Dalam era digital yang serba cepat dan terhubung, kita sering kali terjebak dalam pola perilaku yang tidak sehat, salah satunya adalah perilaku doomscrolling. Istilah ini muncul dengan berkembangnya media sosial dan akses mudah ke berita dan informasi di internet. Doomscrolling merujuk pada kebiasaan membaca dan terus-menerus mengonsumsi berita yang negatif, tragis, atau bahkan apokaliptik secara terus-menerus tanpa henti. Fenomena ini telah menjadi semakin umum dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena populernya media sosial dan ponsel cerdas.

Doomscrolling melibatkan perilaku menggulir layar perangkat kita dengan terus-menerus, mencari dan membaca berita dan informasi yang seringkali negatif atau memicu kecemasan. Orang-orang yang terjebak dalam perilaku ini sering kali merasa terikat dan sulit untuk menghentikan diri meskipun mereka menyadari bahwa itu dapat memiliki dampak negatif pada kesejahteraan mereka.

Ada beberapa alasan mengapa doomscrolling menjadi perilaku yang sulit dihindari. Pertama, manusia secara alami cenderung tertarik pada informasi yang berpotensi membahayakan atau negatif karena itu merupakan mekanisme bertahan hidup yang terbawa turun dari nenek moyang kita. Kedua, teknologi digital dan media sosial dirancang untuk menarik perhatian kita dan membuat kita terus berada di platform tersebut. Algoritma yang rumit mampu mengenali minat dan preferensi kita, dan dengan demikian, menghasilkan konten yang menggugah emosi dan membuat kita terus-menerus menggulir layar.

Doomscrolling memiliki dampak negatif yang signifikan pada kesejahteraan mental dan emosional. Terus-menerus terpapar berita buruk dan informasi yang mengkhawatirkan dapat menyebabkan stres kronis, kecemasan, dan bahkan depresi. Hal ini juga dapat mengganggu tidur, meningkatkan tingkat ketegangan, dan mengurangi konsentrasi. Selain itu, perilaku ini dapat mempengaruhi hubungan interpersonal, karena kita dapat terjebak dalam siklus membahas berita buruk yang tak ada habisnya, mengabaikan interaksi sosial yang lebih bermakna.

Bagaimana cara mengatasi perilaku doomscrolling? Pertama, penting untuk meningkatkan kesadaran diri tentang perilaku ini dan mengakui dampak negatif yang ditimbulkannya. Anda dapat mencoba membatasi waktu yang dihabiskan untuk mengonsumsi berita negatif dan mengatur batasan terhadap penggunaan media sosial. Membuat jadwal harian yang lebih terstruktur dan mengalokasikan waktu untuk kegiatan yang positif, seperti olahraga, membaca buku, atau bersosialisasi dengan orang-orang yang Anda cintai, juga dapat membantu mengalihkan perhatian dari doomscrolling.

Selain itu, bergabung dengan kelompok atau komunitas yang fokus pada topik yang positif dan membangun dapat memberikan dukungan sosial dan alternatif yang sehat dalam mengisi waktu luang. Menyadari bahwa berita dan informasi yang kita terima di media sosial sering kali dipilih berdasarkan algoritma dan dapat menciptakan bias, penting untuk mencari sumber berita yang terpercaya dan beragam untuk memperoleh pemahaman yang lebih seimbang tentang dunia.

Dalam dunia yang penuh dengan informasi, penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan dan kesadaran diri dalam mengonsumsi konten digital. Dengan mengakui dan mengendalikan perilaku doomscrolling, kita dapat mengurangi stres dan kecemasan yang tidak perlu serta meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline