Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Fauzan Fakhrurrozi

Seorang Pekerja yang Mencoba (Kembali) Menulis

Wayang Orang Sriwedari: Klasik tapi Dicintai

Diperbarui: 2 Juni 2024   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung Wayang Orang Sriwedari (Dokpri)

Libur panjang Kenaikan Yesus Kristus kemarin, gue dan sekeluarga memutuskan kabur dari Jakarta untuk mudik ke Karanganyar, Jawa Tengah. Kebetulan momen Idul Fitri sebelumnya, kami sekeluarga nggak sempat mudik. Meskipun tujuan utama ke Karanganyar, kami memilih untuk menginap di Solo. Alasan utamanya supaya gampang aja kalau mau jalan-jalan.

Setelah 8 jam perjalanan, sampailah kami di salah satu penginapan di Kawasan Sriwedari, Kota Solo. Sesampainya di sana dan tahu kalau tempat kami nginep dekat dengan Taman Sriwedari, adik gue "ngide" ngajak nonton wayang orang. Gayung bersambut, nyokap ternyata dari dulu pengen banget nonton wayang orang itu. Akhirnya selepas magrib, kami langsung otw ke Gedung Wayang Orang Sriwedari.

Sesampainya disana ternyata udah banyak orang yang ngantri untuk masuk ataupun yang mau beli tiket. Sebelumnya kita sempet googling, infonya pertunjukan dimulai jam 8 malam, tapi penonton udah bisa masuk dari jam setengah 8. Yasudah, nyokap gue langsung antre tiket untuk kita berlima.

Ohiya, katanya tiket ini tuh bisa dipesan via online (atau whatsapp kalo gasalah), tapi pas sore itu kita mau pesen, disaranin untuk langsung beli di lokasi alias on the spot. Bisa sih emang, tapi konsepnya ya siapa cepat dia dapat. Berhubung hari itu lumayan ramai, jadinya kita pilih yang di balkon lantai 2.

Ohiya gedung ini tuh terdiri dari 2 lantai, dimana lantai 2nya itu bentuknya mirip tribun, jadi agak berundak dan pandangannya ke arah panggung pementasan. Untuk yang di lantai 1 model bangkunya macam bangku bioskop bersofa gitu, tapi yang agak belakang-belakang modelnya pake kursi kayu besar.

Tapi, kalo kita dapet yang di belakang, ada beberapa spot yang kurang enak karena viewnya kehalang sama tiang/pilar bangunannya. Itulah kenapa kami pilih di balkon, walaupun ternyata kursi penonton di balkon mirip banget kaya kursi tribun GBK jaman dulu, alias pake kursi kayu panjang. Satu hal lagi, untuk yang pilih di balkon, tempat duduknya nggak ada nomer kursinya alias ya cepet-cepetan tag tempat dan pilih view paling bagus aja. 

Waktu menunjukkan pukul 19.30 malam, pintu gedung pertunjukan mulai dibuka dan penonton mulai berduyun-duyun masuk. Kami langsung menuju tribun dan ambil spot terbaik untuk nonton.

Sekitar 15 menit setelahnya, mulai satu persatu pemain musiknya masuk mulai memainkan tembang-tembang. Itu kayanya jadi pengalaman pertama gue deh ngeliat penampilan musik pakeliran.

Ada beberapa tembang yang dimainin, tapi jujur aja gue gatau judul-judulnya, jadi ya gue nikmati aja penampilannya. Setelahnya mulai masuk Pak Dalang yang bakal nge-lead jalannya pertunjukan malam itu.

Malam itu, lakon yang dibawa judulnya Pepati Nyalawadi (Sasrawindu). Seinget gue, ceritanya tentang sebuah kerajaan yang kena gangguan makhluk tak kasat mata. Selain teror makhluk itu, ada juga cerita pertarungan antar kerajaan. 

Panggung teater pertunjukan (Dokpri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline