Tahun 2015 jadi kali pertama Aku merantau ke Malang, sebuah kota yang cukup jauh dari Jakarta. Sebagai seorang mahasiswa yang jauh dari rumah dan pengen cari pengalaman baru, akhirnya Aku memutuskan untuk bergabung dengan sebuah komunitas bernama Earth Hour Malang. Sebenarnya, nama Earth Hour bukan sesuatu yang asing buatku, karena memang awal gerak Earth Hour Indonesia itu sendiri ya dari Jakarta. Tapi, sebagai anak kecil yang tinggal sama orang tua, kesempatan untuk gabung di kota asalku dulu nggak bisa didapatkan.
Awal bergabung sama komunitas lingkungan ini juga tidak sengaja sebenarnya. Suatu saat, aku lagi berkunjung ke Surabaya, tepatnya ke tempat kos salah satu teman sebangku masa SMA di Jakarta. Saat itu nggak sengaja "nemuin" kaos Earth Hour Surabaya dan ternyata dia sudah bergabung dengan komunitas itu beberapa waktu sebelumnya. Akhirnya sesampainya di Malang, aku cari informasi soal Earth Hour Malang, dapat info soal cara bergabungnya, dan akhirnya di bulan November ikut gabung.
Sebagai salah satu komunitas lingkungan terbesar di Malang, banyak banget Aksi yang diikuti selama gabung di Earth Hour Malang. Saat itu dan sampai beberapa tahun berikutnya, Earth Hour Malang termasuk salah satu bagian dari Earth Hour Indonesia yang paling aktif. Kita punya School Campaign, dimana kita berkunjung ke sekolah-sekolah mulai dari tingkatan SD sampai SMA untuk ngasih edukasi seputar lingkungan, yang nggak cuma teori tapi juga praktiknya. Ada juga aksi Cafe Night Campaign, yang juga bentuknya kampanye edukasi soal lingkungan di beberapa kafe, tapi kita kemas dengan games, talkshow, bahkan live performance dari duta-dutanya EH Malang.
Ada lagi namanya Santri yaitu Sambang Baby Tree, dimana ada salah satu taman kota yang disana ada bibit-bibit pohon yang kita tanam dan juga kita rutin rawat. Salah satu yang masih diinget juga waktu itu pernah ada Aksi Kolaborasi sama Earth Hour Batu judulnya Baper (Bareng Periksa Sumber). Waktu itu, dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia, dua komunitas yang bertetangga ini bikin aksi "collab" periksa salah satu sumber mata air Sungai Brantas sekaligus penanaman pohon di Sumber Precet, Kota Batu.
Aksi besar yang mungkin banyak orang tahu ya Switch Off. Aksi ini yang sebenernya mungkin banyak orang paham tentang Earth Hour itu sendiri. Sebuah aksi penghematan energi berupa mematikan lampu yang tidak terpakai selama 60 menit pas jam 20.30 sampai 21.30 di Hari Sabtu minggu ketiga di Bulan Maret. Aksi tahunan ini bisa dibilang bener-bener aksi yang ngelibatin banyak pihak disana, mulai dari pemerintahan, pusat perbelanjaan, penginapan, sampai institusi pendidikan ikut gabung berpartisipasi. Buat aku pribadi yang sebenernya udah ngikutin Earth Hour sejak 2011, pengalaman ikut dan ngurusin riweuhnya Switch Off tahun ke tahun jadi sesuatu yang nyenengin dan nggak bisa dilupain.
Kalau ditanya manfaat yang didapet selama berkomunitas, ya jawabannya banyak banget. Selama gabung disana, ada banyak ilmu baru soal lingkungan dari diskusi-diskusi serius sampe yang ringan dari grup chat. Ngelatih berani berhadapan sama orang, ngeluarin ide-ide yang bakal dipake untuk Aksi-Aksi, sampai cara menghadapi komentar-komentar sinis dari media sosial haha. alah satu manfaatnya juga bisa tahu banyak tempat-tempat di Malang, karena sering kali Aksi kita nggak hanya terpusat di sekitaran kota aja, tapi kadang sampe ke pelosok-pelosok bahkan ke Pantai Selatannya Malang.
Banyak juga relasi dan pertemanan yang tercipta dari komunitas, yang beberapa masih bertahan walaupun udah nggak lagi bareng atau bahkan udah keluar dari komunitas itu.
Untuk manfaat pertemanan ini yang mungkin banyak banget dirasain orang-orang yang pernah berkomunitas. Pengalamanku dan beberapa orang, pertemanan yang dulu pernah tercipta dari sebuah komunitas bisa bertumbuh seakan-akan menjadi sebuah keluarga baru. Ya, walaupun beberapa memang jadi keluarga beneran alias dapet jodoh dari komunitas hehe.
Dari pertemanan di komunitas pun akhirnya bisa dapet referensi tempat makan yang biasa dikunjungin setiap selesai kegiatan, tempat-tempat liburan yang jadi momen bonding bareng volunteer, sampai temen untuk ngerjain tugas, skripsian, bahkan sampai sharing info soal pekerjaan selepas lulus kuliah. Untukku pribadi, komunitas lingkungan inilah yang mengantarkanku memimpin sebuah Kementerian di organisasi kampus.
Komunitas sesungguhnya agak beda dengan organisasi atau lembaga. Komunitas itu semacam paguyuban, yang anggotanya tidak saling terikat dan "terpaksa". Mereka gabung karena merasa punya kesamaan minat, ingin mengembangkan diri, atau sekedar mengisi waktu luang. Karena tidak saling terikat itu komunitas bisa dibilang menyenangkan, karena anggotanya nggak ngerasa dipaksa untuk ikut semua kegiatannya, meskipun memang setiap anggota komunitas pasti harus bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakan komunitas itu. Ya, pada akhirnya loyalitas dan keyakinan yang bikin volunteer atau anggota dari sebuah komunitas itu bertahan.