Lihat ke Halaman Asli

Layakkah Percaya pada Komputansi Awan?

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13732725371853555081

Infrastruktur komputansi awan (cloud) seperti sedang menggejala dewasa ini. Entah kebetulan atau tidak, awal 2012 yang lalu para produsen harddisk terkemuka (Seagate dan WDC) ramai-ramai memotong masa garansi produk mereka. Kejadian ini semakin mendukung ide dari cloud bahwa menyimpan data pada harddisk fisik di rumah sangat berbahaya sehingga Anda memerlukan penyimpanan yang reliabel, dan itu hanya ada di infrastruktur cloud.

Beberapa perusahaan menawarkan layanan Cloud gratis, sebuah ruang dengan kapasitas hingga giga-an. Dropbox memberikan trik berupa tambahan hadiah bagi seseorang yang berhasil merekomendasikan service cloud dari Dropbox ke pengguna lain (refferal). Google juga tidak mau kalah, ikut meramaikan dengan mengintegrasikan layanan perkantoran Google Docs ke dalam fasilitas cloud, Google Drive. Menarik? tentu saja. Data Anda dapat diakses di mana saja dan kapan saja, tanpa perlu membawa laptop yang berat. Cari komputer yang terkoneksi ke internet, selanjutnya Anda dapat langsung mulai bekerja. Tidak perlu bawa flashdisk atau harddisk portable Anda, karena data sudah tersedia di Internet. Tidak hanya data yang remote, fasilitas kolaborasi juga diberikan untuk memungkinkan Anda bekerja secara tim dengan anggota lainnya. Itu kira-kira berbagai kelebihan untuk infrastruktur cloud. Namun, sudah siapkah Anda dengan kabar buruknya? Yap, Anda sedang mempercayakan data Anda pada pihak ketiga. Ini berarti, ada pihak lain yang ikut campur atas kontrol data yang Anda miliki. Richard Stallman, pelopor sekaligus pendiri dari pergerakan Free Software Foundation menjelaskan bahwa data Anda bisa saja diawasi oleh pihak-pihak lain. Stallman mungkin saja terlalu paranoid tentang hal ini, sebab walau bagaimana pun perusahaan memiliki integritas untuk menjaga privasi data para penggunanya. Namun, fakta yang dipaparkan oleh Edward Snowden cukup mengagetkan karena ternyata Amerika (melalui NSA) telah sekian lama membuat program pelacak untuk memata-matai para pengguna internet di situs jejaring sosial. Dua nama besar yang terlibat dalam project PRISM adalah Google dan Microsoft. Kita tahu bahwa kedua perusahaan tersebut sangat intens mengembangkan sistem infrastruktur komputansi awan, seperti Google Drive dan Microsoft 365 (layanan office berbasis online subscription). Baru-baru ini juga ada kejadian, terkait dengan infrastruktur cloud. Evernote memberikan pernyataan bahwa server mereka berhasil diretas oleh hacker tidak dikenal. Evernote sendiri merupakan perusahaan penyedia layanan penyimpanan catatan yang berbasis komputansi awan. Di sini kita bisa melihat bahwa perusahaan memang menjaga dengan keras data-data Anda, namun kejadian bocornya data tersebut jelas tidak diinginkan semua pihak. Selain resiko kebocoran data, penyerahan data pada pihak ketiga tentu saja menyimpan resiko. Seorang pria asal Belanda sempat kebingungan ketika data yang ia unggah ke server Skydrive Microsoft tiba-tiba saja dihapus dengan alasan melanggar ketentuan penggunaan layanan. Menariknya, data yang ia upload tersebut di-set secara private, sehingga tidak bisa dilihat oleh siapapun selain ia. Penghapusan data tersebut jelas mencurigakan karena selain TOS yang tidak jelas, ini juga menunjukkan bahwa perusahaan mampu melihat data yang diunggah oleh pengguna (kalau tidak terlihat, bagaimana dikatakan melanggar TOS?). Kelemahan lain yang cukup fatal adalah, kebutuhan akan koneksi internet. Hanya di Indonesia, koneksi internet langsung mati ketika turun hujan. Seandainya terkoneksi, Anda akan dihadapkan pada persoalan harga serta kecepatan 3G rasa GPRS. Terdengar seperti lucu-lucuan, tapi begitulah realitas koneksi internet di negara kita. Dewasa ini infrastruktur internet memang menunjukkan perbaikan, tapi belumlah cukup untuk penggunaan infrastruktur cloud secara intens. Kembali ke pertanyaan layak atau tidak, saat ini kita belum butuh infrastruktur cloud. Dunia memang bergerak sedemikian dinamis, namun kita tidak perlu latah. Dunia saat ini memang sudah beralih ke era post-PC (tablet), kita masih di era mengenalkan PC ke daerah-daerah pedalaman. (sumber gambar, wikipedia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline