Lihat ke Halaman Asli

Hegemoni dalam Media

Diperbarui: 16 Oktober 2018   19:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah hegemoni berasal dari bahasa Yunani yaitu hegeishtai, yang memiliki arti memimpin, kepemimpinan, atau kekuasaan melebihi kekuasaan yang lain. Konsep hegemoni menjadi tren setelah digunakan sebagai penyebutan atas pemikiran Gramsci yang dipahami sebagai ide yang mendukung kekuasaan kelompok sosial tertentu.

Adapun teori hegemoni yang dicetuskan Gramsci adalah "sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang didalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral." Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni merupakan sebuah proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan.

Di sini penguasaan dilakukan tidak dengan kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai. Hampir sebagian besar perdebatan mengenai konsep hegemoni mengerucut kepada satu nama yaitu Antonio Gramsci. Tidak dapat disangkal bahwa Gramsci merupakan filsuf dan aktivis politik yang mengembangkan teori hegemoni, yang ia gunakan untuk melihat perjuangan kaum buruh di Italia di bawah rezim fasis Benito Mussolini.

Meskipun jauh sebelum Gramsci konsep hegemoni sudah dikembangkan untuk melihat kegagalan perjuangan buruh di Rusia. Konsep hegemoni sendiri, dalam pemikiran Marxisme, awalnya diperkenalkan oleh George Plekhanov dan juga Vladimir Lenin. Plekhanov menuliskan bahwa kondisi obyektif yang ada di Rusia (pada saat sebelum Revolusi Bolshevik) membutuhkan model perjuangan yang baru, yang menjadi syarat untuk menghasilkan "pukulan mematikan" untuk menjungkalkan tatanan lama (old order) yang telah berurat-akar.

Jantung perjuangan model baru ini adalah: aktivitas politik harus mempunyai atau memainkan peran utama dalam melakukan kontrol terhadap kekuasaan; dan setiap bagian dari model perjuangan politik yang baru tersebut harus mampu mencoba, menciptakan dan menjaga posisi yang dominan dalam menciptakan hegemoni kelas, atau yang ia sebut gegemoniya.

Di sisi lain, menurut Roger Simon, bagi Lenin konsep hegemoni adalah bagian dari strategi revolusi, sebuah strategi di mana kelas pekerja dan yang merepresentasikannya harus mengambil dukungan dari mayoritas yang besar, namun dalam pemikiran Lenin, kerjasama ini haruslah bersifat temporer, demi menjaga keamanan (securing) kepentingan kelas buruh. Jadi, secara umum Lenin melihat hegemoni sebagai kepemimpinan politik kelas buruh dalam aliansi kelas-kelas yang lebih luas.

Gramsci menambahkan dimensi-dimensi baru atas konsep hegemoni dengan memperluas konsep  tersebut sambil juga memasukkan praktik-praktik kelas kapitalis atau yang merepresentasikannya, untuk mengambil kekuasaan atas negara, kemudian mempertahankan dan memelihara kekuasan tersebut setelah berhasil diperoleh.

Salah satu sentrum pemikiran Antonio Gramsci adalah konsepsinya tentang hegemoni. Konsepsi hegemoni Gramsci mengacu kepada hubungan antara apa yang disebutnya "civil society" dan "state" atau negara, di mana keduanya ada pada level superstruktur, sebagaimana Gramsci mengacu kepada pemikiran Marx, "what we can do, for the moment, is to fix two major superstructural 'levels': the one that can be called 'civil society', that is the ensemble of organisms commonly called 'private', and that of 'political society' or 'the State'. These two levels correspond on the one hand to the function of 'hegemony' which the dominant group exercises throughout society and on the other hand to that of 'direct domination' or command exercised through the State and 'judicial' government."

Pendapat marx disini mengacu pada upaya untuk memperbaiki dua tingkat superstruktur utama, yaitu masyarakat sipil dan juga masyarakat politik/negara.

Gramsci kemudian menjelaskan peran penting kaum intelektual dalam konsep hegemoninya. Menurut Gramsci, hubungan antara kaum intelektual dan wilayah produksi (dalam istilah Marx hubungan produksi) bersifat tidak langsung, tidak seperti kelompok-kelompok sosial yang secara fundamental masuk ke dalam hubungan tersebut (misal: buruh, pemiliki modal), tetapi dalam tingkat yang berbeda, yang "dimediasi" oleh keseluruhan produksi yang dihasilkan masyarakat dan kompleksitas wilayah superstruktur, dimana kaum intelektual merupakan para "fungsionaris-nya".

Kemudian Gramsci melanjutkan, bahwa sudah semestinya dimungkinkan untuk mengukur "kualitas organik" berbagai macam strata intelektual, dan tingkat hubungan mereka dengan kelompok-kelompok sosial fundamental, dan untuk membangun sebuah skala perubahan fungsi-fungsi mereka dan juga wilayah superstruktur dari bawah ke atas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline