Lihat ke Halaman Asli

Fauzan Nalal Murom

Penulis Lepas

Kisah Pembebasan & Warisan Perjuangan

Diperbarui: 28 Juni 2024   19:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jugun Ianfu. Sumber: dutadamaiyogyakarta.id

Di sebuah desa kecil di dataran tinggi Sunda, hidup seorang ayah bernama Pak Wira. Putrinya, Siti, adalah cahaya hidupnya. Sejak kepergian istrinya, Siti menjadi satu-satunya alasan Pak Wira bertahan menjalani hari-hari sulit. Namun, kebahagiaan itu sirna ketika tentara Jepang datang ke desanya dan merenggut putrinya untuk dijadikan jugun ianfu.

Pak Wira tidak bisa menerima kenyataan pahit itu. Setiap malam ia menangis, memikirkan nasib Siti di tangan tentara asing. Pagi hari, ia berusaha kuat dan mencari cara untuk menyelamatkan putrinya. Ia mendatangi semua pejabat desa, memohon bantuan, namun tak ada yang berani menentang kekuatan tentara Jepang.

Desa-desa sekitar pun mengalami nasib serupa. Gadis-gadis muda diambil secara paksa, dan penduduk hanya bisa menangis dalam ketidakberdayaan. Namun, Pak Wira tidak menyerah. Ia mulai mendekati para pemuda desa, menggalang kekuatan dan semangat untuk melawan penjajah. Mereka bertemu diam-diam di hutan, merencanakan strategi.

Dalam pertemuan itu, Pak Wira selalu mengingatkan mereka akan nilai kemerdekaan dan martabat manusia. "Kita tidak bisa membiarkan mereka merampas masa depan anak-anak kita," katanya dengan suara tegas namun penuh kesedihan. Semangatnya menular, dan banyak pemuda yang awalnya ragu kini bersedia berjuang bersama.

Pada suatu malam, mereka menyusun rencana untuk menyusup ke barak tempat para gadis ditahan. Meskipun penuh risiko, Pak Wira yakin bahwa hanya dengan tindakan berani mereka bisa mendapatkan kebebasan. Dengan bantuan beberapa penduduk yang bekerja di barak, mereka mendapatkan informasi penting tentang jadwal patroli dan kelemahan keamanan.

Malam penyelamatan tiba. Dengan hati berdebar dan doa di bibir, Pak Wira dan kelompoknya menyusup ke dalam barak. Suara langkah mereka nyaris tak terdengar, hanya denting senjata yang sesekali terdengar di keheningan malam. Mereka berhasil mencapai tempat para gadis ditahan, termasuk Siti.

Pertemuan antara ayah dan putrinya penuh haru. Siti, yang sudah begitu lemah, menangis dalam pelukan ayahnya. "Ayah datang untuk menyelamatkanmu," bisik Pak Wira dengan suara gemetar. Namun, mereka tahu bahwa perjuangan belum selesai. Mereka harus keluar dari sana sebelum fajar tiba.

Dengan penuh keberanian, kelompok itu berhasil melarikan diri dari barak dan bersembunyi di hutan. Tentara Jepang segera menyadari pelarian itu dan memulai pengejaran. Pak Wira memimpin kelompoknya melalui jalan-jalan tersembunyi yang hanya diketahui oleh penduduk lokal.

Namun, dalam pengejaran itu, mereka terjebak dalam penyergapan. Tembakan demi tembakan terdengar di hutan yang gelap. Beberapa pemuda tewas dalam baku tembak itu. Pak Wira, dengan keberanian terakhirnya, melindungi Siti dan mendorongnya untuk melarikan diri. Dengan suara terakhirnya, ia berkata, "Lari, Siti. Bertahanlah untuk kita semua."

Siti berlari dengan air mata mengalir di wajahnya. Di balik pepohonan, ia mendengar tembakan terakhir yang merenggut nyawa ayahnya. Kesedihan dan kemarahan membanjiri hatinya. Dengan kehilangan yang begitu besar, ia bersembunyi di hutan hingga akhirnya ditemukan oleh kelompok pejuang lokal yang menentang penjajahan Jepang, yang membawanya ke tempat aman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline