Lihat ke Halaman Asli

P.Aulia Rochman

Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

Kejahatan Tanpa Batas: Mengapa Kebijakan Nasional Harus Berpikir Global

Diperbarui: 8 Januari 2025   09:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis saat ikut workshop TPPO Perdagangan Organ oleh UNODC di Jakarta, 8 -  10 Okt 2024. Dokpri

Pendahuluan

Pada tahun 2018, Monika Normiati, seorang perempuan muda asal Kalimantan Barat, menjadi korban perdagangan manusia. "Monika dijanjikan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik melalui pernikahan dengan pria asal Tiongkok. Namun, setibanya di sana, ia dipaksa bekerja tanpa upah, disekap, dan menghadapi berbagai bentuk eksploitasi," ungkap laporan BBC Indonesia. Modus perdagangan manusia yang berkedok pernikahan ini juga menjerat 13 perempuan lainnya dari wilayah yang sama. Sembilan di antaranya berhasil dipulangkan, sementara sisanya masih dalam proses penyelamatan. (BBC Indonesia, 2019)

Data dari laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tahun 2024 mengungkap bahwa "pada tahun 2023, pemerintah Indonesia menyelidiki 1.061 kasus perdagangan orang, yang mencakup 370 kasus perdagangan seks, 603 kasus perdagangan tenaga kerja, dan 88 kasus perdagangan lainnya." Meskipun penegakan hukum telah ditingkatkan, laporan tersebut juga menyebutkan bahwa "korupsi dan keterlibatan pejabat pemerintah dalam tindak pidana perdagangan orang masih menjadi hambatan signifikan." (US Embassy Indonesia, 2024)

Pandemi COVID-19 memberikan gambaran nyata betapa mudahnya ancaman global menyebar dengan cepat. Seperti halnya virus, kejahatan transnasional juga memanfaatkan celah dalam sistem keamanan nasional yang tidak terkoordinasi secara global. Oleh karena itu, penting bagi negara untuk melihat kebijakan nasional dari perspektif yang lebih luas---perspektif global---agar mampu menghadapi tantangan ini secara efektif.

Kejahatan Transnasional: Definisi dan Dampaknya

Kejahatan transnasional merujuk pada tindakan kriminal yang melintasi batas negara, melibatkan lebih dari satu yurisdiksi, dan seringkali melibatkan pelaku dari berbagai negara. United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mendefinisikan kejahatan ini sebagai kejahatan yang memiliki "efek langsung atau tidak langsung terhadap lebih dari satu negara." Contoh umum meliputi perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, kejahatan siber, hingga pencucian uang.

Dampak kejahatan transnasional tidak hanya dirasakan oleh individu yang menjadi korban, tetapi juga oleh masyarakat dan negara. Secara sosial, kejahatan ini merusak tatanan kehidupan masyarakat. Misalnya, perdagangan manusia tidak hanya menghancurkan kehidupan individu tetapi juga memengaruhi komunitas dengan memperburuk stigma terhadap korban. Menurut laporan International Labour Organization (ILO), pada tahun 2022, lebih dari 27 juta orang menjadi korban kerja paksa di seluruh dunia, termasuk lebih dari 6 juta di kawasan Asia-Pasifik.

Secara ekonomi, kejahatan transnasional memberikan kerugian besar bagi negara. Sebagai contoh, perdagangan narkotika diperkirakan menghasilkan keuntungan sebesar $320 miliar per tahun secara global, menjadikannya salah satu industri ilegal terbesar. Sementara itu, pencucian uang dari aktivitas kriminal menelan kerugian negara hingga 2-5% dari PDB global, atau sekitar $800 miliar hingga $2 triliun per tahun (UNODC, 2023).

Kisah nyata dari perdagangan manusia menunjukkan betapa parahnya dampak kejahatan ini. Seorang korban dari Vietnam, yang berhasil melarikan diri dari jaringan penyelundupan manusia di Eropa, mengungkapkan bahwa ia dipaksa bekerja selama 16 jam sehari di sebuah ladang ganja tanpa upah. "Saya merasa seperti hantu, tanpa masa depan, tanpa harapan," katanya. Cerita ini adalah satu dari banyaknya tragedi yang terjadi setiap hari akibat lemahnya pengawasan dan kolaborasi internasional dalam menanggulangi kejahatan lintas batas.

Keterbatasan Kebijakan Nasional dalam Menghadapi Kejahatan Transnasional

Kebijakan nasional seringkali tidak cukup efektif dalam menangani kejahatan transnasional karena sifat kejahatan ini yang melibatkan banyak negara. Salah satu kelemahan utama adalah kurangnya harmonisasi hukum di tingkat internasional. Misalnya, perbedaan definisi dan sanksi hukum terhadap perdagangan manusia di berbagai negara seringkali dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menghindari hukuman. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi di banyak negara berkembang membuat mereka kesulitan untuk mendeteksi, menginvestigasi, dan menangkap pelaku kejahatan yang menggunakan metode canggih seperti enkripsi digital dalam kejahatan siber.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline