Lihat ke Halaman Asli

Fauzan Adzim

mahasiswa UNIWARA

KH Moch. Khozin

Diperbarui: 16 Januari 2024   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tanah Jawa Timur, khususnya di Siwalan Panji - Buduran, terhampar sebuah kisah luar biasa tentang pesantren Al-Khoziny. Daerah ini telah lama dikenal sebagai tempat yang melahirkan ulama-ulama terkemuka, seperti KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. Nachrowi Thohir Bungkuk, Mbah Hamid Abdulloh Pasuruan, KH.R. As’ad Syamsul Arifin Situbondo, Mbah Ud Pagerwojo, Mbah Jaelani Tulangan, dan yang tak kalah hebatnya, KH. Moch. Khozin.

 berlanjut pada perjalanan spiritual Syaikhona Kholil Bangkalan, yang dalam ibadah hajinya bermimpi bertemu dengan Rasulullah di Madinah. Dalam mimpi tersebut, Rasulullah menitipkan salam untuk KH. Moch. Khozin di Siwalan Panji. Kendati awalnya Syaikhona tidak mengenal KH. Moch. Khozin, dia memutuskan untuk mencarinya setelah tiba di pelabuhan Surabaya.

Syaikhona mencari Moch Khozin di Buduran, dan pertanyaannya disambut dengan jawaban yang spontan dari seorang laki-laki tua yang sedang menyapu halaman pesantren. Kesimpangsiuran informasi dari warga setempat membuat pencarian Syaikhona menjadi menantang, hingga akhirnya bertemu dengan laki-laki tua yang benar-benar Moch Khozin. Moment tersebut diwarnai dengan kekaguman Syaikhona yang mendorongnya untuk mencium tangan Khozin.

Syaikhona Kholil menjadi utusan penting dalam pesantren Al-Khoziny. Khozin membuka khataman kitab Tafsir Jalalain setiap bulan Ramadan, menarik peserta dari berbagai daerah. Meskipun transportasi kereta api dihadang berbagai rintangan, pemerintah kolonial akhirnya membangun stasiun kereta api di Buduran untuk mendukung pesatnya pesantren.

Pada tahun 1926, KH. Moch. Khozin mendirikan pesantren di Buduran, yang kemudian diwarisi oleh putranya Moch Abbas. Dengan keteguhan hati dan kesederhanaan hidup, pesantren ini berkembang pesat. Meski KH. Moch. Khozin wafat pada tahun 1955, amanat untuk khataman tafsir dilanjutkan oleh putranya, KH. Moch Abbas, yang juga hidup sederhana. Kisah ini menjadi bagian dari warisan budaya dan spiritual pesantren Al-Khoziny, yang terus dikenal dengan lima tarekatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline